BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Pemikiran
01. Komitmen nasional tentang perlunya pendidikan karakter, secara imperatif tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 3 UU tersebut dinyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Jika dicermati 5 (lima) dari 8 (delapan) potensi peserta didik yg ingin dikembangkan sangat terkait erat dengan karakter.
02. Jauh sebelumnya, secara filosofis “Bapak” Pendidikan Nasional - Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesem-purnaan hidup anak-anak kita. Hakikat, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional tersebut menyiratkan bahwa melalui pendidikan hendak diwujudkan peserta didik yang secara utuh memiliki berbagai kecerdasan, baik kecerdasan spiritual, emosional, sosial, intelektual maupun kecerdasan kinestetika. Pendidikan nasional mempunyai misi mulia (mission sacre) terhadap individu peserta didik,
03. Dalam instrumentasi dan praksis pendidikan nasional sudah dikembangkan program rintisan, walaupun belum secara sistemik menyeluruh, dengan fokus dan muatan yang cukup beragam, misalnya: (1) pengembangan nilai esensial budi pekerti yang dirinci menjadi 85 butir (Dikdasmen: 1989 s/d 2007); (2) pengembangan nilai dan ethos demokratis dalam konteks pengembangan budaya sekolah yang demokratis dan bertanggung jawab (Dikdasmen: 1991 s/d 2007); (3) pengembangan nilai dan karakter bangsa (Dikdasmen: 2001-2005); dan (4) pengembangan nilai-nilai anti korupsi yang mencakup jujur, adil, berani, tanggung jawab, mandiri, kerja keras, peduli, sederhana, dan disiplin (Dikdasmen dan KPK; 2008-2009); serta pengembangan nilai dan prilaku keimanan dan ketaqwaan dalam konteks tauhidiyah dan religiositas-sosial (Dikdasmen: 1998-2009). Di luar kegiatan tersebut sudah banyak juga sekolah-sekolah unggulan yang mengembangan karakter secara terpadu dalam pelaksanaan pendidikannya. Banyak juga sekolah yang sederhana; pondok pesantren di daerah pedesaan yang mampu menumbuhkembangkan karakter peserta didik budaya sekolah melalui pembiasaan dlm kehidupan keseharian di sekolah/pondok yang ternyata teladan guru/ustadz sebagai kunci sukses. Dalam sarasehan nasional tgl 14 Januari 2010 diketahui bahwa ternyata banyak sekolah yang sudah mengembangkan pendidikan karakter dan ternyata juga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.(Balitbang Diknas:2010). Tantangan ke depan adalah bagaimana berbagi kesukssesan itu untuk membangun pendidikan karakter yang mampu menyentuh semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di tanah air Indonesia ini.
04. Secara akademik, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerrti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Karena itu muatan pendidikan karakter secara psikologis mencakup dimensi moral reasoning, moral feeling, dan moral behaviour (Lickona:1991), atau dalam arti utuh sebagai morality yang mencakup moral judgment and moral behaviour baik yang bersifat prohibition-oriented morality maupun pro-social morality (Piager, 1967; Kohlberg; 1975; Eisenberg-Berg; 1981). Secara pedagogis, pendidikan karakter seyogyanya dikembangkan dengan menerapkan holistic approach, dengan pengertian bahwa “Effective character education is not adding a program or set of programs. Rather it is a tranformation of the culture and life of the school” (Berkowitz: ... dalam goodcharacter.com: 2010): Sementara itu Lickona (1992) menegaskan bahw: “In character education, it’s clear we want our children are able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right-even in the face of pressure form without and temptation from within.
05. Kebutuhan akan pendidikan karakter ternyata terjadi juga di USA pada saat memasuki abad 21, karena beberapa alasan mendasar sebagai berikut (Lickona, 1991: 20-21)
a. There is a clear and urgent need.
b. Transmitting values is and always has been the work of civilisation.
c. The school’s role as moral educator becomes more vital at a time when millions of children get little moral teaching from their parents and when value-centered influence such as church or temple are also absent from their lives.
d. thereis a common ethical ground even in our values-conflicted society.
e. Democracies have a special need for moral education.
f. There is no such thing as value-free education.
g. Moral questions are among the great question facing both the individuals and human race.
h. There is a broad-based, growing support for values education in the schools
Dari sitasi tersebut bahwa pendidikan nilai/moral memang sangat diperlukan atas dasar argumen: adanya kebutuhan nyata dan mendesak; proses tranmisi nilai sebagai proses peradaban; peranan sekolah sebagai pendidik moral yang vital pada saat melemahnya pendidikan nilai dalam masyarakat; tetap adanya kode etik dalam masyarakat yang sarat konflik nilai; kebutuhan demokrasi akan pendidikan moral; kenyataan yang sesungguhnya bahwa tidak ada pendidikan yang bebas nilai; persoalan moral sebagai salah satu persoalan dalam kehidupan, dan adanya landasan yan g kuat dan dukungan luas terhadap pendidikan moral di sekolah. Smua argumen tersebut tampaknya masih relevan untuk menjadi cerminan kebutuhan akan pendidikan nilai/moral di Indonesia pada saat ini. Proses demokasi yang semakin meluas dan tantangan globalisasi yang semakin kuat dan beragam disatu pihak dan dunia persekolahan dan pendidikan tinggi yang lebih mementingkan penguasaan dimensi pengetahuan dan mengabaikan pendidikan nilai/moral saat ini, merupakan alasan yang kuat bagi Indonesia untuk membangkitkan komitmen dan melakukan gerakan nasional pendidikan karakter.Lebih jauh dari itu adalah Indonesia dengan masyarakatnya yang ber-Bhinneka tunggal ika dan dengan falsafah negaranya Pancasila yang sarat dengan nilai dan moral, merupakan alasan filosofik-ideologis, dan sosial-kultural tentang pentingnya pendidikan karakter untuk dibangun dan dilaksanakan secara nasional dan berkelanjutan.
06. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia, diyakini bahwa nilai dan karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan pendidikan nasional, harus dimiliki peserta didik agar mampu menghadapi tantangan hidup pada saat ini dan di masa mendatang akan datang. Karena itu pengembangan nilai yang bermuara pada pembetukan karakter bangsa yang diperoleh melalui berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, akan mendorong mereka menjadi anggota masyarakat, anak bangsa, dan warga negara yang memiliki kepribadian unggul seperti diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional. Sampai saat ini, secara kurikuler telah dilakukan berbagai upaya untuk menjadikan pendidikan lebih mempunyai makna bagi individu yang tidak sekadar memberi pengetahuan pada tataran koginitif, tetapi juga menyentuh tataran afektif dan konatif melalui mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan IPS, Pendidikan Bahasa Indonesia, dan Pendidikan Jasmani. Namun demikian harus diakui karena kondisi jaman yang berubah dengan cepat, maka upaya-upaya tersebut ternyata belum mampu mewadahi pengembangan karakter secara dinamis dan adaptif terhadap perubahan tersebut. Oleh karena itu pendidikan karakter perlu dirancang-ulang dan dikemas kembali dalam wadah yang lebih komprehensif dan lebih bermakna. Pendidikan karakter perlu direformulasikan dan direoperasionalkan melalui transformasi budaya dan kehidupan sekolah. Untuk itu, dirasakan perlunya membangun wacana dan sistem pendidikan karakter yang sesuai dengan konteks sosial kultural Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika dengan nilai-nilai Agama dan Pancasila sebagai sumber nilai dan rujukan utamanya.
07. Kebutuhan tersebut bukan hanya dianggap penting tetapi sangat mendesak mengingat berkembangnya godaan-godaan (temptations) dewasa ini marak dengan tayangan dalam media cetak maupun noncetak (televisi, jaringan maya, dll) yang memuat fenomena dan kasus perseteruan dalam berbagai kalangan yang memberi kesan seakan-akan bangsa kita sedang mengalami krisis etika dan krisis kepercayaan diri yang berkepanjangan. Pendidikan karakter bangsa diharapkan mampu menjadi alternatif solusi berbagai persoalan tersebut. Kondisi dan situasi saat ini tampaknya menuntut pendidikan karakter yang perlu ditransformasikan sejak dini, yakni sejak pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi secara holistik dan sinambung.
08. Urgensi dari pelaksanaan komitmen nasional pendidikan karakter, telah dinyatakan pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa sebagai Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, yang dibacakan pada akhir khir Sarasehan Tanggal 14 Januari 2010, sebagai berikut.
a. “Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yg tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh.
b. Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sbg proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
c. Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua. Oleh karena itu pelaksanaan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.
d. Dalam upaya merevitalisasi pendidikan dan budya karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.”
B. Tujuan
Kegiatan Pengembangan Pendidikan Karakter melalui pendidikan secara nasional bertujuan untuk:
1. mengembangkan Grand Design Pendidikan Karakter yang akan menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan;
2. mengembangkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter sebagai wujud komitmen seluruh komponen bangsa; dan
3. melaksanakan Pendidikan Karakter secara nasional, sistemik, dan berkelanjutan.
C. Hasil-hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapkan dari kegiatan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Grand Design Pendidikan Karakter yang akan menjadi rujukan konseptual dan operasional pada setiap jalur, jenjang pendidikan, dan jenis pendidikan.
2. Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter sebagai wujud komitmen seluruh komponen bangsa Republik Indonesia; dan
3. Gerakan Nasional Pendidikan Karakter oleh seluruh komponen bangsa dan negara Republik Indonesia
BAB II
PERANGKAT NILAI SUBSTANSI PENDIDIKAN KARAKTER
A. Nilai-nilai Dasar yang termuat dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Pendidiksan Dasar dan Pendidikan Menengah.
09. Dalam Permendiknas N0.23/2006 tentang Standar kompetensi lulusan secara formal sudah digariskan untuk masing-masing jenis atau satuan pendidikan sejumlah rumusan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).Jika diremati secara mendalam, sesungguhnya hampir pada setiap rumusan SKL tersebut implisit atau eksplisit termuat substansi nilai/karakter. Berikut ini dicoba untuk menangkap substansi nilai/karakter yang ada pada setiap SKL tersebut.
10. Substansi Nilai/Karakter yang ada pada SKL SD/MI/SDLB*/Paket A
No. | Rumusan SKL | Nilai/Karakter |
1 | Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak | Iman dan taqwa |
2 | Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri | jujur |
3 | Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya | disiplin |
4 | Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya | Terbuka, nasionalistik |
5 | Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif | Bernalar, kreatif |
6 | Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif, dengan bimbingan guru/pendidik | Bernalar, kreatif |
7 | Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya | Terbuka, bernalar |
8 | Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari | bernalar |
9 | Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar | Terbuka, bernalar |
10 | Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan | Peduli, tanggung jawab |
11 | Menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan tanah air Indonesia | nasionalistik |
12 | Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal | Kreatif, tanggung jawab |
13 | Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang | Bersih, tanggung jawab |
14 | Berkomunikasi secara jelas dan santun | Santun |
15 | Bekerja sama dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya | Gotong royong, peduli |
16 | Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis | gigih |
17 | Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung | bernalar |
11. Substansi Nilai/Karakter yang ada pada SKL SMP/MTs/SMPLB/Paket B
No. | Rumusan SKL | Nilai/Karakter |
1 | Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja | Iman dan taqwa |
2 | Menunjukkan sikap percaya diri | adil |
3 | Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas | disiplin |
4 | Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional | nasionalistik |
5 | Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif | Bernalar, kreatif |
6 | Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif | bernalar, kreatif |
7 | Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya | Gigih, tanggung jawab |
8 | Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari | bernalar |
9 | Mendeskripsi gejala alam dan sosial | Terbuka, bernalar |
10 | Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab | Tanggung jawab |
11 | Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia | Nasionalistik, gotong royong |
12 | Menghargai karya seni dan budaya nasional | Peduli, nasionalistik |
13 | Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya | Tanggung jawab, kreatif |
14 | Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang | Bersih dan sehat |
15 | Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun | Santun, bernalar |
16 | Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat | Terbuka, Tanggung jawab |
17 | Menghargai adanya perbedaan pendapat | Terbuka, adil |
18 | Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana | Gigih, kreatif |
19 | Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana | Gigih, kreatif |
20 | Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah | Bervisi, bernalar |
12. Substansi Nilai/Karakter yang ada pada SKL SMA/MA/SMALB*/Paket C
No. | Rumusan SKL | Nilai/Karakter |
1 | Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja | Iman dan taqwa |
2 | Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya | adil |
3 | Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya | Tanggung jawab |
4 | Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial | disiplin |
5 | Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global | nasionalistik |
6 | Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif | bernalar |
7 | Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan | bernalar |
8 | Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri | bervisi |
9 | Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik | gigih |
10 | Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks | bernalar |
11 | Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial | bernalar |
12 | Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab | Tanggung jawab |
13 | Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia | nasionalistik |
14 | Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya | peduli |
15 | Mengapresiasi karya seni dan budaya | kreatif |
16 | Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok | Kreatif |
17 | Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan | bersih |
18 | Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun | Santun |
19 | Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat | Tanggung jawab |
20 | Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain | Terbuka, peduli |
13. Substansi Nilai/Karakter yang ada pada SKL SMK/MAK
No. | Rumusan SKL | Nilai/Karakter |
1 | Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja | Iman dan taqwa |
2 | Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya | Gigih, adil |
3 | Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya | Tanggung jawab |
4 | Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial | disiplin |
5 | Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global | nasionalistik |
6 | Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif | kreatif |
7 | Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan | Bernalar, kreatif |
8 | Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri | Peduli ,tanggung jawab |
9 | Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik | Gigih, adil |
10 | Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks | bernalar |
11 | Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial | bernalar |
12 | Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab | Peduli, tanggung jawab |
13 | Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia | nasionalistik |
14 | Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya | Peduli, kreatif |
15 | Mengapresiasi karya seni dan budaya | kreatif |
16 | Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok | kreatif |
17 | Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan | Bersih, peduli |
18 | Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun | Santun |
19 | Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat | Terbuka, adil |
20 | Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain | Terbuka, adil |
21 | Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis | Gigih,terbuka |
22 | Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris | Gigih, bernalar |
23 | Menguasai kompetensi program keahlian dan kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya | Bervisi, gigih, tanggung jawab |
14. Konfigurasi Nilai/karakter untuk semua Satuan Pendidikan
Secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa ( Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.
BAB III
KERANGKA PROSES PEMBUDAYAAN DAN PEMBERDAYAAN KARAKTER
A. Strategi Pengembangan Pendidikan Karakter pada Konteks Makro
15. Pengembangan nilai/karakter dapat dilihat pada dua latar/domain, yaitu pada latar makro dan latar mikro. Latar makro bersifat nasional yang mencakup keseluruhan konteks perencanaan dan ilmpementasi pengembangan nilai/karakter yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan nasional. Pada latar makro program pengembangan nilai/karakter dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1. Konteks Makro Pengembangan Karakter
a. Secara makro pengembangan karakter dapat dibagi dalam tiga tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil.
b. Pada tahap perencanaan dikembangkan perangkat karakter yang digali, dikristalisasikan, dan dirumuskan dengan menggunakan berbagai sumber, antara lain pertimbangan: (1) filosofis - Agama, Pancasila, UUD 1945, dan UU N0.20 Tahuin 2003 beserta ketentuan perundang-undangan turunannya;(2) pertimbangan teoritis- teori tentang otak, psikologis, nilai dan moral, pendidikan (pedagogi dan andragogi) dan sosial-kultural; dan (3) pertimbangan empiris berupa pengalaman dan praktek terbaik (best practices) dari antara lain tokoh-tokoh, sekolah unggulan, pesanren, kelompok kultural dll.
c. Pada tahap implementasi dikembangakan pengalaman belajar (learning experiences) dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri individu peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses pembudayaan dan pemberdayaan sebagaimana digariskan sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional. Proses ini berlangsung dalam tiga pilar pendidikan yakni dalam sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dalam masing-masing pilar pendidikan akan ada dua jenis pengalaman belajar (learning experiences) yang dibangun melalui dua pendekatan yakni intervensi dan habituasi. Dalam intervensi dikembangkan suasana interaksi belajar dan pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentulkan karakter dengan menerapkan kegiatan yang terstruktur (structured learning experiences). Sementara itu dalam habituasi diciptakan situasi dan kondisi (persistence life situation) yang memungkinkan peserta didik di sekolahnya, di rumahnya, di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berprilaku sesuai nilai dan menjadi karakter yang telah diinternalisasi dan dipersonalisai dari dan melalui proses intervensi. Kedua proses tersebut- intervensi dan habituasi harus dikembangkan secara sistemik dan holistik.
d. Pada tahap evaluasi hasil, dilakukan asesmen untuk perbaikan berkelanjutan yang sengaja dirancang dan dilaksanakan untuk mendikteksi aktualisasi karakter dalam diri peserta didik sebagai indikator bahwa proses pembudayaan dan pemberdayaan karakter itu berhasil dengan baik.
B. Strategi Pengembangan Budaya dan Karakter pada Konteks Mikro
16. Pada konteks mikro pengembangan karakter berlangsung dalam konteks suatu satuan pendidikan atau sekolah secara holistik (the whole school reform). Sekolah sebagai leading sector, berupaya memanfaatkan dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi, memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus menerus proses pendidikan karakter di sekolah. Program pengembangan karakter pada latar mikro dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2. Konteks Mikro Pengembangan Nilai/Karakter
Penjelasan Gambar.
a. Secara mikro pengembangan nilai/karakter dapat dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya sekolah (school culture); kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah, dan dalam masyarakat.
b. Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas pengembangan nilai/karakter dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran (embeded approach). Khususu, untuk mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan, karena memang misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap maka pengembangan nilai/karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/metode pendidikan nilai (value/character education). Untuk kedua mata pelajaran tersebut nilai/karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran (instructional effects) dan juga dampak pengiring (nurturant effects). Sementara itu untuk mata pelajaran lainnya, yang secara formal memiliki misi utama selain pengembangan nilai/karakter, wajib dikembangkan kegiatan yang memiliki dampak pengiring (nurturant effects) berkembangnya nilai/karakter dalam diri peserta didik.
c. Dalam lingkungan sekolah dikondisikan agar lingkungan fisik dan sosial-kultural sekolah memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga sekolah lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian di sekolah yang mencerminkan perwujudan nilai/karakter.
d. Dalam kegiatan ko-kurikuler, yakni kegiatan belajar di luar kelas yan g terkait langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran, atau kegiatan ekstra kurikuler, yakni kegiatan sekolah yang bersifat umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seprti kegiatan Dokter Kecil, Palang Merah Remaja, Pecinta Alam dll, perlu dikembangkan proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dalam rangka pengembangan nilai/karakter.
e. Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap prilaku berkarakter mulia yang dikembangkan di sekolah menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat masing-masing.
17. Konteks mikro pengembangan nilai/karakter merupakan latar utama yang harus difasilitasi bersama oleh Pemerintah Daerah dan Kementrian Pendidikan Nasional. Dengan demikian terjadi proses sinkronisasi antara pengembangan nilai/karakter secara psiko-pedagogis di kelas dan di lingkungan sekolah, secara sosio-pedagogis di lingkungan sekolah dan masyarakat, dan pengembangan nilai/karakter secara social-kultural nasional. Untuk itu sekolah perlu difasilitasi untuk dapat mengembangkan budaya sekolah (school culture). Pengembangan budaya sekolah ini perlu menjadi bagian integral dari pengembangan sekolah sebagai entitas otonom seperti dikonsepsikan dalam managemen berbasis sekolah (MBS). Dengan demikian setiap satuan pendidikan secara bertahap dan sistemik ditumbuh-kembangkan menjadi sekolah-sekolah yang dinamis dan maju (self-renewal schools) (Purkey dan Novak: 1990)
BAB IV
DESAIN PENDIDIKAN KARAKTER
A. Kerangka Pengembangan budaya sekolah
18. Budaya sekolah memiliki cakupan yang sangat luas, pada umumnya mencakup kegiatan ritual, harapan, hubungan sosial-kultural, aspek demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses pengambilan keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antar komponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan peserta didik, antar tenaga kependidikan, antara tenaga kepandidikan dengan pendidik dan peserta didik dan antar anggota kelompok masyarakat dengan warga sekolah. Interaksi internal kelompok dan antar kelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah.
19. Selain itu, budaya sekolah diyakini merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Menurut penelitian Dr. Teerakiat Jareonsttasin (2000) tentang pengaruh sekolah terhadap perkebangan anak, ditemukan empat hal utama (input dan output) yang saling mempengaruhi. Yang terpenting adalah iklim atau budaya sekolah. Jika suasana sekolah penuh kedisiplinan, kejujuran, kasih sayang maka hal ini akan menghasilkan output yang diinginkan berupa katakter yang baik. Pada saat yang sama , guru akan merasakan kedamaian dan suasana sekolah seperti itu akan meningkatkan pengelolaan kelas. Dengan pengelolaan kelas yang baik maka akan menyebebakan prestasi akademik yang tinggi. Sebuah temuan penting lainnya adalah bila siswa memeiliki karakter yang baik, maka hal ini akan berpengaruh langsung terhadap prestasi akademik yang tinggi. Karena itu langkah pertama dalam mengaplikasikan pendidikan karakter di sekolah adalah menciptkan suasana atau iklim sekolah yang cocok yang akan membantu transformasi guru-guru dan siswa, juga staf-staf sekolah. Hal ini termasuk di dalamnya adalah objetive atau tujuan yang tepat untuk sekolah, misi sekolah, kepemimpinan sekolah, kebijakan dan visi pihak manajemen moral para staf dan guru, serta partisipasi orang tua dan siswa. Sesunngguhnya, semua langkah dalam model pembelajaran nilai-nilai karakter ini akan berkontribusi terhadap buadya sekolah.
20. Sebagai salah satu contoh kecil tentang kebersihan lingkungan sekolah, baik di kamar mandi/WC, di ruang kelas, di lorong-lorong maupun di luar gedung sekolah/taman sekolah. Hal itu hanya dapat dilakukan di sekolah dengan dukungan manajemen sekolah yang mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kebersihan lingkungan. Kondisi sekolah seperti itu dilaksanakan melalui program sekolah bersama antara manajemen sekolah, guru, siswa dan orang tua siswa. Di setiap sudut ruang, terdapat tempat sampah yang dapat digunakan untuk menyimpan sampah kering dan basah serta sampah yang dapat di daur ulang. Siswa dikondisikan untuk membuang sampah ke tempat yang sesuai dengan jenis sampah dan melalui pembiasaan seperti itu diharapkan kepedulian siswa menjadi lebih tinggi terhadap kebersihan lingkungan.
B. Integrasi nilai dalam kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler
21. Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik diterapkan ke dalam kurikulum melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
Program Pengembangan Diri
Dalam program pengembngan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal sebagai berikut.
a. Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah: upacara pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah bersama/sembahyang bersama setiap dluhur (bagi yang beragama Islam), berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru/tenaga kependidikan yang lain dan sebagainya.
b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik tersebut. Contoh kegiatan tersebut adalah: membuang sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi, melakukan bullying, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh dan sebagainya.
Kegiatan spontan berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik yang tidak baik dan yang baik sehingga perlu dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olahraga atau kesenian, berani menentang/mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji dan sebagainya.
c. Teladan
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh bagaimana berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai terebut. Misalnya berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan dan sebagainya.
d. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan tersebut. Sekolah harus mencerminkan kehidupan sekolah yang mencerminkan nilai-nilai dalam budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar ditempatkan teratur.
C. Pengintegrasian dalam semua Mata Pelajaran
22. Pengembangan nilai-nilai dan karakater diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP). Pengembangan nilai-nilai tersebut dalam Silabus ditempuh melalui cara-cara sebaghai berikut
a. mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) untuk menentukan apakah kandungan nilai-nilai dan karakter yang secara tersirat atau tersurat dalam SK dan KD di atas sudah tercakup di dalamnya
b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK/KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan
c. mencantumkankan nilai-nilai dan karakter bangsa dalam tabel 1 tersebut ke dalam silabus
d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tercantum dalam silabus ke RPP
e. mengembangkan proses pembelajaran peserta didik aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai
f. memberikan bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan untuk internalisasi nilai mau pun untuk menunjukkannya dalam perilaku.
23. Praktik pendidikan karakter di sekolah bukan hanya menjadi tanggungjawab mata pelajaran Agama atau Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Selama ini ada kesan mata pelajaran yang lain hanya mengajarkan pengetahuan sesuai dengan bidangnya ilmu, teknologi atau seni. Padahal seharusnya proses pembelajaran nilai-nilai karakter idealnya diintegrasikan di dalam setiap mata pelajaran atau mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke dalam antar mata pelajaran. Fenomena seperti itu yang tampaknya menjadi alasan Charles Handy (.......), seorang bussiness philosopher, yang menganjurkan untuk merombak total pendidikan. Dalam artikel berjudul Finding Sense in Uncertainty, dia menjelaskan pendidikan selama ini berangkat dari asumsi yang keliru, yaitu bahwa semua problema di dunia ini telah diketahui dan guru mengetahui cara pemecahannya. Jadi tugas guru dipeersepsikan hanya menyampaikan problema serta cara pemecahannya, dan setelah itu pendidikan dianggap selesai. Padahal senyatanya, problema itu terus berubah dan tentu guru belum mengetahui, apalagi cara pemecahannya. Charles Handy (.........) menegaskan belajar tentang ilmu pengetahuan tetap penting, tetapi hal itu kini lebih mudah dilakukan, karena banyak sumber informasi yang dapat dipelajari. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya diarahkan untuk membantu siswa belajar bagaimana memperoleh ilmu pengetahuan itu dan yang tidak kalah penting adalah apa yang harus dilakukan dengan ilmu pengetahuan itu. Distu tersisat perlunuya karakter sebagai wahana perwujudan dimensi aksiologi dari berilmu. Dari situ dapa disim[pulkan bahwa pendidikan seharusnya diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memperoleh pengetahuan dan bagaimana menggunakannya guna memecahkan problema kehidupan dengan arif, kreatif, dan bertanggung jawab.
24. Persoalannya kini adalah bagaimana hubungan antara pedidikan karakter dengan mata pelajaran? Keduanya tetap diperlukan dan harus saling melengkapi. Dalam pengembangan pendidikan karakter, seharusnya mata pelajaran dipahami sebagai pesan dan alat (as medium and message) yaitu sebagai wahana pembudayaan dan pemberdayaan individu.. Misalnya Guru Fisika harus sadar bahwa pembahasan materi Fisika diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami fenomena alam dari sudut pandang teori Fisika, menggali berbagai sumber informasi dan menganalisisnya untuk menyempurnakan pemahaman tersebut, mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain, dan memahami bahwa fenomena seperti itu tidak lepas dari ”peran” Sang Pencipta. Pengembangan pendidikan karakter seperti itu, dapat dilakukan melalui metoda pembelajaran yang dipilih guru. Misalnya, untuk mengembangkan kecakapan berkomunikasi, guru dapat memilih metoda diskusi atau siswa diminta presentasi. Untuk mengembangkan kecakapan bekerja sama, disiplin, kerja kelompok dalam praktikum dapat diterapkan. Yang penting adalah bahwa aspek-aspek tersebut sengaja dirancang dan dinilai hasilnya sebagai bentuk hasil belajar pendidikan karakter.
25. Ada banyak cara mengintergrasikan nilai-nilai karakter ke dalam mata pelajaran, antara lain: Mengungkapkan nilai-nilai yang dalam mata pelajaran, pengintegrasian langsung di mana nilai-nilai kakater menjadi bagian terpadu dari mata pelajaran, menggunakan perumpamaan dan membbuat perbandingan dengan kejadian-kejadian serupa dalam hidupp para siswa, mengubah hal-hal negatif menjadi nilai positif, mengungkapakan nilai-nilai melalui diskusi dan brainstroming, Menggunakan cerita untuk memunculkan nilai-nilai, mnceritakan kisahh hidup orang-orang besar, menggunakan lagu-lagu dan musik untuk mengintegrasikan nilai-nilai, menggunakkann drama untuk melukiskan kejadian-kejadian yang berisikan nilai-nilai, menggunakan berbagai kegiatan seperti kegiatan pelayanan, field trip dan klub-klub atau kelompok kegiatan untuk memunculkan nilai-nilai kemanusiaan.
D. Integrasi nilai dalam kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler.
26. Kegiatanko-kurikuler dan ekstrakurikuler akan semakin bermakna (meaningful learning) jika diisi dengan berbagai kegiatan bermuatan nilai yang menarik dan bermanfaat bagi siswa. Kecenderungan saat ini adalah munculnya gejala keengganan siswa untuk terlibat dalam kegiatan kesiswaan. Masih banyak siswa yang hanya belajar saja, tanpa menghiraukan kegiatan ko-kurikuler apalagi kegiatan ekstra kurikuler. Alasannya malas, mengganggu konsentrasi belajar, hanya membuang waktu, atau tidak bermanfaat. Tidak sedikit juga kegiatan siswa yang tidak mendukung peningkatan personal growth and development. Misalnya kegiatannya bagus yaitu seminar ilmiah, namun siswa banyak yang berkerumun di luar ruangan karena menjadi panitia logistik, penerima tamu. Akhirnya siswa yang berorganisasi menjadi panitia tidak mendapatkan pembelajaran dari seminar tersebut. Padahal pekerjaan teknis sebenarnya dapat disederhanakan. Hal ini terpulang kembali pada ada tidaknya pendampingan oleh guru yang membimbing kegiatan kesiswaan. Jadi kegiatan yang bagaimana yang akan mengembangkan Pedidikan Karakter?. Kegiatan yang terencana, terprogram dan tersistem. Setiap kegiatan harus ada coach atau mentornya yang membimbing kemana arah kegiatan tersebut akan dilaksanakan, walau tidak harus setiap saat ada. Program ini disajikan dengan sangat menarik, mengikutsertakan teknik-teknik simulasi, role play dan diskusi. Pada peningkatan learning skills, peserta didik mendapatkan teknik belajar, pemetaan pikiran, dan teknik membaca. Sedangkan thinking skills difokuskan pada peningkatan kemampuan menyelesaikan persoalan, pengambilan keputusan. Sementara living skills lebih ditekankan pada beberapa hal diantaranya manajemen diri, membangun impian, teknik berkomunikasi, mengelola konflik dan mengelola waktu.
27. Lain halnya dengan lembaga yang sudah beberapa tahun memiliki program Siswa Unggulan. Siswa yang menjadi peserta adalah siswa pilihan dari berbagai sekolah yang dinyatakan berprestasi. Program ini diisi dengan caring and sharing antara pakar/praktisi dengan siswa seputar isu-isu aktual. Keuntungan program ini adalah dapat menjaring future leader dan membinanya dari sejak awal sebelum mereka lulus. Kemampuan yang ingin ditingkatkan adalah wawasan yang luas, saling menghormati satu sama lain, berjiwa entrepreneur, berfikir kreatif dan kemampuan belajar yang lebih baik. Sebenarnya kegiatan pengembangan Pedidikan Karakter tidak akan optimal bila hanya dilakukan melalui pelatihan, seminar dan workshop. Pengembangan Pedidikan Karakter dipraktekkan berulang-ulang dan didampingi oleh mentor. Seorang pakar dalam bidang pengembangan pendidikan Christoph Hanssert dari Jerman menyarankan agar pengembangan Pedidikan Karakter untuk siswa Indonesia dilakukan dengan cara menjalin jejaring kerja (networking) guru Indonesia dengan guru luar negeri yang melibatkan siswa, misalnya dalam bidang penelitian. Dengan jejaring ini, mau tidak mau siswa akan terpaksa berkomunikasi tulisan dengan menggunakan bahasa asing. Suatu saat siswa ini difasilitasi untuk bertemu bertukar pikiran, saling menghargai pendapat, mempelajari budaya orang lain dan belajar bekerjasama dalam tim.
28. Berbagai kegiatan Unit Kegiatan Siswa seperti yang diselenggarakan oleh berbagai sekolah lainnya, sudah banyak muatan Pedidikan Karakter yang dapat dikembangkan oleh siswa. Hal ini akan berhasil guna jika program yang digulirkan lebih terarah untuk mengembangkan atribut tertentu sesuai dengan kebutuhan populasinya. Unit kegiatan karate saja, apabila dihayati dan benar-benar ditujukan untuk pengembangan pedidikan Karakter siswa, dapat diarahkan untuk memperkuat atribut komitmen, bersemangat, mandiri, dan ketangguhan. Kegiatan pelatihan harus terprogram dengan baik, ada durasi, capaian dan keberlanjutan. Apakah pelatihan akan diarahkan pada transformasi keyakinan, motivasi, karakter, impian. Lantas tidak hanya berhenti di pelatihan tanpa adanya coaching oleh para coach yang tangguh, sampai akhirnya dalam durasi tertentu akan terjadi transformasi diri yang seutuhnya.
29. Prijosaksono (........) dalam buku terbarunya berjudul the Power of Transformation (2005) menuliskan bahwa Transformasi Diri 90 hari akan mampu membangun kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih baik. Dalam buku itu juga diuraikan bahwa ada 5 prinsip transformasi yaitu: (1) meyakini dan mendayagunakan kekuatan dan anugrah Tuhan dalam diri; (2) membuat pilihan dan keputusan dalam diri; (3) melakukan kebiasaan-kebiasaan baik secara terus menerus dalam kehidupan ini; 4) mampu membangun interaksi dengan orang lain; (5) mampu bekerja secara sinergis dan kreatif dengan orang lain dalam organisasi.
30. Dalam pelaksanaan pelatihan harus diperhitungkan efisiensi dan efektivitasnya. Sangat tidak efisien kalau pesertanya terlalu banyak dengan fasilitas yang seadanya/terbatas. Untuk itu, perlu dilakukan Multi Level Training (MLT) yaitu pelatihan yang dilakukan secara bertingkat. Mulanya hanya 20-30 orang siswa pilihan yang memiliki kemauan dan kemampuan dalam memimpin, berbagi pengalaman dan pengetahuan. Setiap satu orang diwajibkan memiliki anggota 3-5 orang dalam durasi tertentu (misalnya 1-2 bulan). Orang baru tersebut dipanggil front liners. Front liners ini melakukan hal yang sama yang dilakukan oleh Up liners. Kegiatan dalam kelompok kecil itu masing-masing adalah pertemuan rutin, sharing, membuat program kecil seperti mengubah kebiasaan yang dinilai buruk selama ini menjadi kebiasaan yang lebih produktif. Dalam kelompok kecil itu lebih banyak dilakukan coaching oleh up liners. Apabila hal ini dilakukan terus menerus, maka metoda training yang efisien akan terwujud tanpa mengurangi kualitas hasil pelatihan tersebut. Masih banyak metoda yang mungkin dapat dilakukan oleh para pendidik kita untuk siswanya. Untuk itu, perlu digali potensi-potensi yang ada di tiap sekolah. Kadangkala, apa yang bagus dan dapat diterapkan di satu sekolah dalam pengembangan Pedidikan Karakter belum tentu dapat diterapkan begitu saja di sekolah lainnya. Boleh jadi strategi dan tekniknya akan bervariasi tergantung pada visi sekolah, Pedidikan Karakter yang dimiliki oleh siswa saat ini dan harapan pengembangan Pedidikan Karakter dari siswa, kebutuhan Pedidikan Karakter para pengguna lulusan dan coach dan mentor serta sarana prasarana yang dimiliki sekolah.
E. Pembiasaan perilaku bermuatan nilai
31. Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, sekolah harus menerapkan totalitas pendidikan dengan mengandalkan keteladanan, penciptaan lingkungan dan pembiasaan melalui berbagai tugas dan kegiatan. Sehingga seluruh apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dikerjakan oleh siswa adalah pendidikan. Selain menjadikan keteladanan sebagai metode pendidikan utama, penciptaan miliu juga sangat penting. Lingkungan pendidikan itulah yang ikut mendidik. Penciptaan lingkungan disekolah dapat dilakukan melalui : 1) penugasan, 2) pembiasaan, 3) pelatihan, 4) pengajaran, 5) pengarahan, serta 6) keteladanan.Semuanya mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam pembentukan karakter anak didik. Pemberian tugas tersebut disertai pemahaman akan dasar-dasar filosofisnya, sehingga anak didik akan mengerjakan berbagai macam tugas dengan kesadaran dan keterpanggilan. Setiap kegiatan mengandung unsur-unsur pendidikan, sebagai contoh dalam kegiatan kepramukaan, terdapat pendidikan kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan dan kebersamaan, kecintaan pada lingkungan dan kepemimpinan. Dalam kegiatan olahraga terdapat pendidikan kesehatan jasmani, penanaman sportivitas, kerja sama (team work) dan kegigihan untuk berusaha. Pengaturan kegiatan di sekolah ditangani oleh organisasi pelajar yang terbagi dalam banyak bagian, seperti Ketua, Sekretaris, Bendahara, Keamanan, Pengajaran, Penerangan, Koperasi Pelajar, Koperasi Dapur, Kantin Pelajar, Bersih Lingkunan, Pertamanan, Kesenian, Ketrampilan, Olahraga, Penggerak Bahasal.
32. Kegiatan kepramukaan juga ditangani oleh Koordinator Gerakan Pramuka dengan beberapa andalan; Ketua Koordinator Kepramukaan, Andalan Koordinator Urusan Kesekretariatan, Andalan Koordinator Urusan Keuangan, Andalan Koordinator Urusan Latihan, Andalan Koordinator Urusan Perpustakaan, Andalan Koordinator Urusan Perlengkapan, Andalan Koordinator Urusan Kedai Pramuka, dan Pembina gugusdepan. Pendidikan organisasi ini sekaligus untuk kaderisasi kepemimpinan melalui pendidikan self government. Sementara itu pada level asrama ada organisasi sendiri, terdiri dari ketua asrama, bagian keamanan, penggerak bahasa, kesehatan, bendahara dan ketua kamar. Setiap club olah raga dan kesenian juga mempunyai struktur organisasi sendiri, sebagaimana konsulat (kelompok wilayah asal santri) juga dibentuk struktur keorganisasian. Seluruh kegiatan yang ditangani organisasi pelajar ini dikawal dan dibimbing oleh para senior mereka yang terdiri dari para guru staf pembantu pengasuhan santri, dengan dukungan guru-guru senior yang menjadi pembimbing masing-masing kegiatan. Secara langsung kegiatan pengasuhan santri ini diasuh oleh Bapak Pimpinan Pondok yang sekaligus sebagai Pengasuh Pondok.
33. Pengawalan secara rapat, berjenjang dan berlapis-lapis ini dilakukan oleh para santri senior dan guru, dengan menjalankan tugas pengawalan dan pembinaan, sebenarnya mereka juga sedang melalui sebuah proses pendidikan kepemimpinan, karena semua sisswa, terutama siswa senior dan guru adalah kader yang sedang menempuh pendidikan. Pimpinan pondok membina mereka melalui berbagai macam pendekatan; pendekatan program, pendekatan manusiawi (personal) dan pendekatan idealisme. Mereka juga dibina, dibimbing, didukung, diarahkan, dikawal, dievaluasi dan ditingkatkan. Demikianlah pendidikan karakter yang diterapkan d sekolah melalui berbagai macam kegiatannya. Kegiatan yang padat dan banyak akan menumbuhkan dinamika, dinamika yang tinggi akan membentuk militansi dan militansi yang kuat akan menimbulkan etos kerja dan produktivitas. Pada akhirnya anak didik akan mempunyai kepribadian yang dinamis, aktif, dan produktif dalam segala kebaikan.
34. Kehidupan sehari-hari di rumah dan di masyarakat perlu juga mendapat perhatian dalam rangka pendidikan karakter.Banyak manfaat yang bisa diperoleh oleh sekolah dari masyarakat dan sebaliknya yang bisa diperoleh oleh masarakat dari hadirnya sekolah itu. Antara sekolah dan masarakat harus mengadakan banyak interaksi. Beberapa komponen masyarakat yang bisa terlibat dalam proses belajar d sekolah yaitu: orangtua, masyarakat. Peran Orang tua. Agar model pembelajaran nilai-nilai karakter bisa berhasil dengan baik, kita membutuhkan orang tua yang benar-benar menjadi partner yang berkomitmen tinggi terhadap proses belajar anak-anak mereka. Orangtua adalah guru di rumah, karenanya mereka harus menganut visi yang sama dengan sekolah demikian pula dengan tujuan sekolah. Orangtua mesti setuju dengan tujuan sekolah untuk menghasilkan anak-anak yang baik yang memeiliki nilai-nilai kemanusiaan. Sekolah seyogyanya memberikan pelatihan menegnai human values parenting atau menjadi orang tua yang baik kepada semua ayah, ibu atau yang mengantar anak-anak ke sekolah. Ketika siswa berada d rummah, orang tua mesti meluangkan waktu bertemu bersama anak-anak mereka dan memebrikan cinta kasih dan kehangatan. Orang tua dan guru mesti mengadakan pertemuan reguer untuk mendisuksikan masalah-masalah yang dihadapi siswa dan mesti membuat trencana untuk membantu memecahkan masalah-masalah itu. Para orangtua harus berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di sekolah dan membagikan pengetahuan dan pengalaman mereka kepada para siswa dan guru.
35. Komunitas atau masyarakat sekitar memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak. Sekolah harus dipandang sebagai suatu sistem hidup yang terus menerus tumbuh dan berkembang. Sekolah juga sedang dalam proses belajar karena selalu ada interaksi antara setiap orang di sekolah dan komunitas. Guru dan siswa selalu berhubungan dengan orangtua dan kerabat mereka di masyarakat. Berbagai kegiatan yang dilakukan orang ta dapat memainkan peranan penting dalam pengembangan sekolah. Setiap oran di sekolah termasuk semua staf sangat dipengaruhi oleh temapt-tempat ibadah, komunitas pasar, perkantoran dll sebagainya. Sebagai bagian dari pembelajaran, siswa harus blajar melayani komunitas atau masyarakat dalam pegembangannya. Mereka mesti turut serta dalam kegiatan pelayanan yang diadakan di tempat-tempat ibadah. Sekolah mesti membantu komunitas untuk mengembangkan dan membantu pendidikan orang-orang dalam komunias. Ketika komunitas tersebut menjadi sebuat komunitas belajar atau learning communities, sekolah akan mendapatkan manfaat besar dari komunitas seperti ini.
36. Rencana aksi pendidikan karakter di sekolah (bagaimana memulainya, bagaimana menjaga kontinuitas Proses ”Pengembangan Pendidikan Karakter” yang menjadi tanggung jawab Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Agama (Depag), menyangkut tiga komunitas, yakni adalah para murid pada semua jenjang pendidikan (sekolah dasar, sekolah menengah tingkat pertama dan sekilah menengah tingkat atas) disamping juga para guru dan tenaga admiistratif. Demikian juga beberapa Departemen yang melakukan proses pendididkan. Dalam konteks ini, maka pengembangan karakter bangsa lebih ditekankan pada kegiatan internalisasi dan pembentukan tingkah laku. Dan untuk kepentingan ini, maka tidak relevan untuk menciptakan kurikulum baru tentang pengembangan karakter, namun lebih menekankan dengan menciptakan lingkungan dan tingkah laku.
37. Dengan mengacu pada referensi Pusat Organisasi, maka setiap sekolah diwajibkan untuk mempunyai statuta yang didalamnya dicantumkan secara eksplisit dan jelas tentang pengembangan karakater di sekolah tersebut. Denganstatuta tersebut maka kegiatan pengembangankarakter dapat dituntun dan diketahui oleh Pengelola Sekolah, baik oleh Kepala Sekolah maupun oleh Komite Sekolah. Setiap statuta sekolah akan mencamntumkan nilai-nilai dasar (core values) yang merupakan ciri khas karakter Bangsa Indonesia, yang bersumbar dari nilai-nilai agama maupun dari jiwa nasionalisme atau patriotisme. Nilai-nilai dasar tersebut adalah jujur, dapat dipercaya, kebersamaan, peduli kepada orang lain, adil, demokratis, toleransi. Nilai-nilai yang substantif tersebut kemudian dikembangkan dalam satuan-satuan pendidikan sesuai dengan ”local wisdom”, selaras dengan nilai-nilai lokal setempat dalam pola-pola yang lebih detail. Misalnya, cara menghormati atau cara bersopan santun kepada orng lain, cara bertata krama, cara guru memberikan sangsi kepada murid, dan sebagainya. Dalam hal ini, maka perhatian kepada siswa menjadi sangat urgent sebab mereka yang segera akan turun dalam dunia nyata yang berupa masyarakat. Nilai-nilai semacam tersebut di atas harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi kebiasaan, dan kebiasaan inilah yang akan menjadi budaya setempat.
38. Untuk kepentingan ini maka tiap satuan pendidikan, harus meiliki buku saku yang berupa pedoman ringkas sehingga bersifat mengikat (otoritaitf) sebab idusun dengan kesepakaan bersama. Dengan demikian maka para murid, para guru, para orang tua akan melakukan hal tersebut secara sinergis. Di setiap satuan pendidikan akan memiliki ”code of conduct”, ”manner management” serta ”organizational culture” yang diperlukan dalam peroses pengambangan karakater tersebut.
BAB V
RENCANA AKSI NASIONAL :
GERAKAN NASIONAL PENDIDIKAN KARAKTER
39. Sasaran
Sasaran Aksi Nasional Pendidikan (RAN) Pendidikan Karakter adalah seluruh pemangku kepentingan pendidikan dalam konteks sistem pendidikan nasional, dengan fokus utama pada sekolah (peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan), keluarga (anak, orang tua, saudara, pembantu); masyarakat (orang-orang di sekitar peserta didik), dan lingkungan.
40. Strategi Dasar
Pada dasarnya strategi yang dipakai adalah dengan Intervensi dan habituasi untuk, sekolah, keluarga, masyarakat. Intervensi dapat dilakukan dengan berbagai modus pembelajaran, seperti advokasi, konsultansi, pelatihan dan , refleksi kelompok, diskursus sosial-kultural, sarasehan,seminar, sedangkan habituasi dilakukan dengan pendemonstrasian berbagai contoh teladan sebagai langkah awal pembiasaan, penguatan dalam berbagai bentuk, penataan limngkungan belajar yang menyentuh dan membangitkan karakter. Secara rinci strategi gerakan pendidikan karakter untuk masing-masing pilar pendidikan karakter (sekolah, keluarga, dam masyarakat) digambarkan sebagai berikut.
KARAKTER UTAMA | INTERVENSI | HABITUASI |
§ Jujur | Tujuan: • Seluruh anggota keluarga memiliki persepsi, sikap, dan pola tindak yang sama dalam pengembangan karakter Strategi: Orangtua kepada anak: • Penegakan tata tertib dan etiket/budi pekerti dalam keluarga • Penguatan perilaku berkarakter • Pembelajaran kepada anak Sekolah kepada keluarga: • Pertemuan orangtua • Kunjungan ke rumah • Buku penghubung • Pelibatan orang tua dalam kegiatan sekolah Pemerintah terhadap keluarga: • Fasilitasi pemerintah untuk keluarga | Tujuan: • Terbiasanya perilaku yang berkarakter dalam kehidupan sehari-hari Strategi: • Keteladanan orang tua • Penguatan oleh keluarga • Komunikasi antar anggota keluarga |
§ Cerdas | ||
§ Tanggungjawab | ||
§ Peduli dan kreatif |
KARAKTER UTAMA | INTERVENSI | HABITUASI |
§ Jujur | Tujuan Terbentuknya karakter peserta didik melalui berbagai kegiatan sekolah Strategi: Sekolah terhadap siswa • Intra dan kokurikuler secara terintegrasi pada semua mata pelajaran • Ekstrakurikuler melalui berbagai kegiatan antara lain: KIR, pramuka, kesenian, olahraga, dokter kecil, PMR • Budaya sekolah dengan menciptakan suasana sekolah yang mencerminkan karakter Pemerintah terhadap sekolah • Kebijakan • Pedoman • Penguatan • Pelatihan | Tujuan • Terbiasanya perilaku yang berkarakter di sekolah Strategi: • Keteladanan KS, Pendidik, tenaga kependidikan • Budaya sekolah yang bersih, sehat, tertib, disiplin, dan indah • Menggalakkan kembali berbagai tradisi yang membangun karakter seperti: hari krida, upacara, piket kelas, ibadah bersama, doa (perenungan), hormat orang tua, hormat guru, hormat bendera, program 5 S, cerita kepahlawanan |
§ Cerdas | ||
§ Tanggungjawab | ||
§ Peduli dan kreatif |
KARAKTER UTAMA | INTERVENSI | HABITUASI |
§ Jujur | Tujuan: • Terbangunnya kerangka sistemik perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pendidikan karakter scr nasional • Terciptanya suasana kondusif dlm masyarakat yang mencerminkan kepekaan kesadaran kemauan dan tanggungjawab untuk membangun karakter utama Strategi: Dari pemerintah: • Pengembangan grand design pendidikan karakter • Pencanangan nasional pendidikan karakter • Pengembangan perangkat pendukung pendidikan karakter, al: iklan layanan masyarakat, sajian multimedia (poster, siaran tv, siaran radio) Dalam masyarakat: • Pengembangan peranan komite sekolah dlm pembangunan karakter melalui MBS • Perintisan berbagai kegiatan kemasyarakatan, pengabdian kepada masyarakat yg melibatkan peserta didik • Pelibatan semua komponen bangsa dalam pendidikan karakter, al: media massa | Tujuan: • Terciptanya suasana yang kondusif dlm masyarakat yang mencerminkan koherensi pembangunan karakter secara nasional • Tumbuhnya keteladanan dalam masyarakat Strategi: • Keteladan dan penguatan dalam kehidupan masyarakat |
§ Cerdas | ||
§ Tanggung jawab | ||
§ Peduli dan kreatif |
41. Prinsip dan Pendekatan dan Program Pengembangan Pendidikan Karakter
Secara prinsipil, pengembangan karakter tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah. Oleh karena itu guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, silabus dan RPP) yang sudah ada. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa:
1. Berkelanjutan mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas satu SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas terakhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur tadi:
Gambar 2. Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan sebagai berikut:
3. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan (value is neither cought nor taught, it is learned) (Hermann, 1972) mengandung makna bahwa materi nilai-nilai dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Tidak semata-mata dapat ditangkap sendir atau diajarkan, tetapi lebih jauh diinternalisasi melalui proses belajar. Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, ketrampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai dan karakter bangsa. Juga, guru tidak harus mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu haruss diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna nilai terebut.
4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif. Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus aktif tapi guru merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi data/fakta/nilai, menyajikan hasil rekonstruksi/proses pengembangan nilai) menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.
42. Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik belajar aktif dan berpusat pada anak, dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat .
1. Di Kelas dilaksanakan melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang khusus. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meski pun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat dikembangkan melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai tersebut.
2. Di Sekolah melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta didik, guru, kepala sekolah dan tenaga administrasi di sekolah tersebut, direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah adalah Lomba vokal group antar kelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya dan karakter bangsa tertentu, pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa, lomba olahraga antara kelas, lomba kesenian antara kelas, pameran hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa tertentu, pameran foto hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa tertentu, lomba membuat tulisan, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai nara sumber untuk berdiskusi atau berceramah yang berhubungan dengan karakter bangsa.
3. Di Luar sekolah melalui kegiatan ekstra kurikuler dan kegiatan lain yang diikuti oleh seluruh/sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial seperti membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan/mengatur barang di tempat ibadah tertentu.
43. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian pencapaian nilai-nilai budaya dan karakter didasarkan pada indikator. Sebagai contoh, indikator untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat/diamati/ dipelajari/dirasakan” maka guru mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya. Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah. Model anecdotal record (catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan guru. Selain itu guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan bantuan terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya.
Dari hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan, dan sebagainya guru dapat memberikan kesimpulannya/pertimbangan tentang pencapaian suatu indikator atau bahkan suatu nilai. Kesimpulan/pertimbangan tersebut dapat dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut ini.
BT : Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda- tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator).
MT : Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten)
MB : Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten)
MK : Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten)
44. Indikator Sekolah dan Kelas
Ada 2 (dua) jenis indikator yang dikembangkan dalam pedoman ini. Pertama adalah indikator untuk sekolah dan kelas. Kedua adalah indikator untuk mata pelajaran. Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala sekolah, guru dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sekolah sehari-hari (rutin). Indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku afektif seorang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu. Indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas dan sekolah yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika seorang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan pertanyaan guru, serta tulisan peserta didik dalam laporan dan pekerjaan rumah.
Perilaku yang dikembangkan dalam indikator pendidikan budaya dan karakter bangsa bersifat progresif. Artinya, perilaku tersebut berkembang semakin komplek antara satu jenjang kelas dengan jenjang kelas di atasnya ( 1-3; 4-6; 7-9; 10-12) dan bahkan dalam jenjang kelas yang sama. Guru memiliki kebebasan dalam menentukan berapa lama suatu perilaku harus dikembangkan sebelum ditingkatkan ke perilaku yang lebih kompleks. Misalkan,”membagi makanan kepada teman” sebagai indikator kepedulian sosial pada jenjang kelas 1 – 3. Guru dapat mengembangkannya menjadi “membagi makanan”, membagi pensil, membagi buku, dan sebagainya.
Indikator berfungsi bagi guru sebagai kriteria untuk memberikan pertimbangan apakah perilaku untuk nilai tersebut telah menjadi perilaku yang dimiliki peserta didik. Untuk mengetahui bahwa suatu sekolah itu telah melaksanakan pembelajaran yang mengembangkan karakter dikembangkan instrumen assessment sebagai berikut.
Asesmen
Asesmen dilakukan dengan observasi, dilanjutkan dengan monitoring pelaksanaan dan refleksi.
1) Menaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya 2) Menunjukkan perilaku disiplin |
1) Bertutur kata secara santun 2) Berpenampilan (fisik) secara sopan 3) Berperilaku santun |
1) Menunjukkan diri sebagai pendidik 2) Menunjukkan komitmen terhadap tugas sebagai pendidik 3) Menjaga kode etik profesi pendidik |
1) Menaati tata tertib secara konsisten 2) Memiliki disiplin diri secara konsisten |
1) Melaksanakan tugas secara mandiri 2) Mengambil keputusan secara mandiri 3) Menilai diri sendiri (melakukan refleksi diri) |
1) Bekerja keras 2) Melaksanakan tugas secara bertanggung jawab 3) Mengembangkan diri secara terus menerus sebagai pendidik |
1) Bertindak atas dasar kemanfaatan peserta didik 2) Bertindak atas dasar kemanfaatan sekolah 3) Bertindak atas dasar kemanfaatan masyarakat |
1) Menerima kritik dan saran untuk perbaikkan 2) Menempatkan diri secara proporsional |
1) Mengemukakan pendapat yang berpengaruh positif terhadap peserta didik 2) Menunjukkan tindakan yang berpengaruh positif terhadap peserta didik |
1) Berperilaku yang dihormati oleh peserta didik 2) Berperilaku yang dihormati oleh sejawat 3) Berperilaku yang dihormati oleh masyarakat |
1) Menghargai ajaran agama 2) Menerapkan ajaran agama 3) Menerapkan norma kejujuran 4) Menunjukkan keikhlasan |
1) Bertutur kata sopan sehingga menjadi teladan Berperilaku terpuji sehingga menjadi teladan 2) Berperilaku bersih sehingga menjadi teladan 3) Berperilaku disiplin sehingga menjadi teladan Berperilaku jujur sehingga menjadi 4) Berperilaku peduli sehingga menjadi teladan |
1) Mengkomunikasikan dan memaknai pesan (message) secara santun |
2) Mengembangkan hubungan atas dasar prinsip saling menghormati 3) Mengembangkan hubungan atas dasar prinsip keterbukaan 4) Mengembangkan hubungan berasaskan asah, asih, asuh |
1) Bekerja sama atas dasar prinsip saling menghormati 2) Bekerja sama atas dasar prinsip keterbukaan 3) Bekerja sama atas dasar prinsip saling memberi dan menerima |
45. Pelaksanaan intervensi dan habituasi dilakukan secara bertahap tahunan (multiyears). Hal itu dapat dibagankan sebagai berikut.
1. Pelatihan dilakukan untuk: guru, orang tua, dan masyarakat (perangkat desa/kelurahan).
2. Tahun pertama--ketiga, pelatihan dilakukan untuk guru SD dan orang tua murid SD.
3. Tahun keempat, pelatihan dilakukan untuk guru SMP dan SMA serta tenaga kependidikan
4. Tahun kelima untuk dosen dan tenaga kependidikan.
Model yang digunakan adalah TOT. Setiap peserta yang sudah dilatih wajib melatih lima orang lain dan melaporkan hasil evaluasi, demikian seterusnya Pada masa-masa antara dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan tersebut
Post a Comment
Post a Comment