ALIRAN PERENNIALISME
Perennialisme diambil dari
kata perennial, yang dalam Oxford Advanced
learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing
throughout the whole year” atau “Lasting for a very long time” – abadi atau
kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu’ aliran perennialisme mengandumg
kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang
bersifat kekal abadi.
Perennialisme melihat
bahwa akibat dari kehidupan zaman modern telah nmenimbulkan banyak kritis di
berbagai bidang kehidupan umat manusia. Untuk mengatasi kritis ini
perennialisme memberikan jalan keluar berupa “kembali kepada kebudayaan masa
lampau” regressive road to culture. Oleh sebab itu perennialisme memandang penting
peranan pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia zaman modern ini
kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan yang telah terpuji
ketangguhannya. Sikap kembali pada masa lampau bukanlah berarti nostalgia –
sikap yang membanggakan kesuksesan dan memulihkan kepercayaan pada nilai-nilai asasi
abad silam yang juga diperlukan dalam kehidupan abad modern.
Asas yang dianut
perennialisme bersumber pada filsafat kebudayaan yang berkiblat dua, yaitu (a)
perennialisme yang theologis – bermaung di bawah supremasi gereja Katolik,
dengan orientasi pada ajran dan tafsir Thomas Aquinas – dan (b) perennialisme
sekuler berpegang pada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.
Prinsip-prinsip pendidikan
perennialisme
Di bidang pendidikan, perennialisme sangat
dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya: Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas. Dalam
hal ini pokok pikiran Plato tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah
manifestasi daripada hukum universal yang abadi dan sempurna, yakni ideal,
sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin bila ide itu menjadi ukuran, asas
normatif dalam tata pemerintahan. Maka tujuan utama pendidikan adalah “membina
pemimpin yang sadar dan mempraktekkan asas-asas normatif itu dalam semua aspek
kehidupan.
Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki
tiga potensi, yaitu: nafsu, kemauan dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi
pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada pada
setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Ide-ide Plato itu dikembangkan oleh
Aristoteles dengan lebih mendekatkan kepada dunia kenyataan. Bagi Aristoteles,
tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”. Untuk mencapai tujuan pendidikan itu,
maka aspek jasmani, emosi dan intelek harus dikembangkan secara seimbang.
Seperti halnya
prinsip-prinsip Plato dan Aristoteles, tujuan pendidikan yang dimaui oleh
Thomas Aquinas adalah sebagai “Usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam
individu agar menjadi aktualitas” aktif dan nyata. Dalam hal ini peranan guru
adalah mengajar – memberi bantuan pada anak didik untuk mengembangkan
potensi-potensi yang ada padanya.
Prinsip-prinsip pendidikan perennialisme tersebut perkembangannya telah mempengaruhi sistem pendidikan modern, seperti pembagian kurikulum untuk sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi dan pendidikan orang dewasa.
Post a Comment
Post a Comment