1.
ALIRAN ESENSIALISME
Esensialisme muncul
pada zaman Reanissans, dengan ciri-ciri utamanya yang berbeda dengan
progessivisme. Perbedaan ini terutama dalam memberikan dasar berpijak mengenai
pendidikan yang penuh fleksebilitas, di mana serba terbuka untuk perubahan,
toleran dan tidak ada keterikatan dengan doktrin tertentu. Bagi esensialisme,
pendidikan yang berpijak pada dasar pandangan itu mudah goyah dan kurang
terarah. Karena itu esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada
nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan
kestabilan dan arah yang jelas.
Esensialisme
didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang
mengarah pasa keduniawian, serba ilmiah dan materialistik. Selain itu juga
diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan
realisme. Imam Barnadid (1981),
menyebutkan beberapa tokoh utama yang berperan dalam penyebaran aliran
esensialisme, yaitu:
- Desiderius Erasmus, humanis
belanda yang hidup pada abad 15 dan permulaan abad 16, yang merupakan tokoh
pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain. Erasmus
berusaha agar kurikulum sekolah bersifat humanistis dan bersifat internasional,
sehingga bisa mencakup lapisan menengah dan kaum aristokrat.
- Johann
Amos Comenius yang hidup diseputar tahun 2592-1670, adalah seorang yang
memiliki pandangan realis dan dogmatis. Comenius berpendapat bahwa pendidikan
mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena pada
hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
- John
Locke, tokoh dari inggris yang hidup pada tahun 1632-1704, sebagai pemikir
dunia berpendapat bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan
kondisi. Locke mempunyai sekolah kerja untuk anak-anak miskin.
- Johnn
Henrich Pestalozzi, sebagai seorang tokoh yang berpandangan naturalistis yng
hidup pad tahun 1746-1827. pestalozzi mempunyai keparcayaan bahwa sifat-sifat
alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat
kemampuan-kemampuan wajarnya.selain itu ia mempunayi keyakinan bahwa manusia
juga mempunyai hubungan transendental langsung denga Tuhan.
- Johnn
Frienderich Frobel (1782 – 1852) sebagai tokoh yang berpandangan
kosmis-sintstis dengan keyakinannya bahwa manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang
merupakan bagian dari alam ini, sehingga manusia tunduk dan mengikuti ketentuan-ketentuan
hukum alam. Terhadap pendidikan Frobel memandang anak sebagai mahkluk yang
berekspresi kreatif, yang dalam tingkah lakunya akan nampak adanya kualitas
metafisis. Karenanya tugas pendidikan adalah memimpin anak didik kearah
kesadaran diri sendiri yang murni, selaras dengan fitrah kejadiannya.
- Johnn
Friederich Herbert yang hidup pada tahun 1776-1841, sebagai salah seorang murid
Immanuel Kant yang berpandangan kritis, Herbert berpendapat bahwa tujuan
pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang mutlak
dalam arti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan inilah yang disebut
proses pencapaian tujuan pendidikan oleh Herbert sebagai ‘pengjaran yang
mendidik’.
- William
T. Harris, tokoh dari amerika serikat hidup pada tahun 1835-1909. Harris yang
pandangannya dipengaruhi oleh Hegel berusaha menerapkan idealisme obyektif pada
pendidikan umum. Tugas pendidikan baginya adalah mengizinkan terbukanya realita
berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan spritual. Kedudukan
sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun
temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri kepada masyarakat.
Dalam rangka mempertahankan pahamnya itu,
khususnya dari persaingan dengan paham progressivisme, tokoh-tokoh esensialisme
memdirikan suatu organisasi yang bernama
‘Essentialist Committee for the Advancement of Education’ pada tahun
1930. Melalui organisasinya inilah pandangan-pandangan esensialisme dikembangkan
dalam dunia pendidikan. Sebagaimana telah disinggung dimuka bahwa esensialisme
mempunyai pandangan yang dipengaruhi oleh paham idealisme dan realisme, maka
konsep-konsepnya tentang pendidikan sedikit banyak ikut diwarnai oleh
konsep-konsep idealisme dan realisme.
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur dunia dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam menyelenggrakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan sosial yang ada dimasyarakat.
Post a Comment
Post a Comment