Orang
pada zaman sekarang ini telah menyakini tentang eksistensi pendidikan dari yang
sifatnya umum sampai kepada yang khusus. Keyakinan itu di perkuat dengan
berkembangnya metode dan cara analisa yang dapat di percaya untuk menghasilkan
data yang di percaya pula. Dengan bahasa ilmia lazim di katakan “Apa yang ada
itu dapat di hayati karena dapat di ukur”.
Prisip dasar yang di kemukakan oleh
Thorndike ini menjadi salah satu motor pengerak pembangunan ilmu pendidikan,
yang pada waktu ini dapat di hayati dengan pengungkapan data kuantitatif yang merupakan salah satu dari kekayaannya.
Tugas ilmu menjadi nampak hasilnya bila telah sampai pada terjangkaunya
hasil-hasil penelitian yang pengujian hipotesa, laporan serta rekomendasinya.
Di samping pertanyaan-pertanyaan yang
sifatnya kuantitatif seperti tersebut di atas, ada yang lain-lain yang
memerlukan jawaban yang dapat menunjukan hakiki dan kearah mana pendidikan itu
di bawah. Misalnya : Untuk apakah sebenarnya sekolah itu di dirikan ? Anak
didik itu ada sebagai ia berada, sedangkan masyarakat dan negara menginginkan
anak didik terbina sesuai idiologi yang telah digariskan. Maka timbul
pernyataan apah yang seharusnya pendidik lakukan untuk memimpin anak didik itu
untuk mewujudkan tujuan di atas.
Jawab mengenai pertanyaan pertama
harus berkisar pada konsep atau landasan pikiran bahwa pendidikan memerlukan
suatu lembaga di luar keluarga, yang mempunyai peranan bagi terbinanya
masyarakat yang ideal.
Sedangkan untuk pertanyaan kedua di
perlukan jawaban yang berupa konsep-konsep tentang isi dan proses yang
mempertemuakn potensi anak didik dan gambaran manusia ideal menurut masyarakat
dan negara itu.
Dua jenis pertanyaan menganai pendidkan di atas bersifat filosofis dan memerlukan jawapan filosofis pula. Maka dari itu di maksudkan ke dalam bidang filsafat pendidikan.
Post a Comment
Post a Comment