Dalam realita kehidupan banyak dijumpai di lingkungan masyarakat, baik masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan sudah terjadi pergeseran moral (perilaku) yang cenderung mengarah kepada tindakan kriminal, seperti kenakalan anak usia sekolah dasar, pemanfatan IT yang tidak terkontrol dalam dunia maya, penyalahgunaan obat terlarang, pergaulan bebas di kalangan remaja, kesiapan dan kemandirian mentalitas yang semakin tidak terkontrol. Melihat kenyataan seperti ini, mayarakat pada umumnya dan para orang tua khususnya mulai mempertanyakan sistem pendidikan kita, seolah-olah baik buruknya anak maupun remaja terletak pada pendidikan formal, oleh karena itu tidak mengherankan kalau guru (sekolah) menjadi kambing hitam persoalan anak dan remaja remaja, padahal pembentukan watak seseorang bukan hanya menjadi tanggung jawab para pendidik dilingkungan pendidikan formal / sekolah, tetapi tanggung jawab pendidikan watak yang pertama dan utama adalah orang tua.
Namun,
kenyataan yang ada banyak anak atau remaja tidak merasakan suasana aman dan
nyaman dilingkungan keluarganya, hal ini terjadi karena berbagai faktor yang
sangat komplek, seperti kesibukan orang tua yang sama-sama bekerja, sehingga
menyerahkan urusan anak kepada pembantu, kurangnya keteladanan orang tua yang
dibutuhkan oleh anak-anaknya, seolah-olah orang tua hanya mempunyai tanggung jawab
yang berhubungan dengan materi saja, padahal segudang permasalahan di rumah
tangga perlu segera diatasi.
Sementara
itu, pada dasarnya sekolah merupakan suatu wadah kerjasama antara orang tua dan
guru untuk menghantarkan anak-anak atau remaja menuju kearah perubahan positif,
baik yang berhubungan dengan kecerdasan integensi, kecerdasan emosi maupun
kecerdasan spiritualnya. Disisi lain sekolah juga merupakan suatu wadah
kebersamaan antara guru dengan murid, bertatap muka dan tempat terciptanya hubungan
personal dianatara keduanya yang sekaligus merupakan kekuatan pendidikan dan
pengajaran.
Melihat kondisi
seperti ini, maka yang perlu ditingkatkan dalam pembentukan watak seorang anak
adalah wujud kerjasama segitiga emas antara orang tua, guru dan sang murid itu
sendiri yang sekaligus merupakan suatu bagian yang terintegrasi antara yang
satu dengan yang lainnya. Hal ini sebagaimana dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan No. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Tujuan
Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia beiman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa
, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif , mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dilihat dari segi bahasa Akhlak mulia disebut juga “Budi
Pekerti” adalah akal pikiran, tabiat, tingkah laku, watak karakter. Sedangkan
pengertian dalam bahasa Inggris, budi pekerti diterjemahkan sebagai
“Moralitas”. Moralitas mengandung beberapa pengertian antara lain : adat
istiadat, sopan santun, dan peri laku . sungguh demikian pengertian budi
pekerti yang hakiki adalah perilaku. Sikap perilaku budi
pekerti mengandung lima jangkauan sebagai berikut :
- Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Allah.
- Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri.
- Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga.
- Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan negara.
- Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar.
Dengan demikian, maka
dapatlah ditarik sebuah pengertian bahwa budi pekerti itu adalah suatu sikap
dan perilaku yang berhubungan dengan kelima jangkauan tersebut.
Sekolah yang merupakan bagian yang integrasi dalam
pembentukan watak dan budi pekerti seorang anak, melihat beberapa celah sejauh
mana peran serta sekolah dalam memberi kontribusi pembentukan watak dan
kebiasaan budi pekerti seorang anak sebagai bekal kehidupannya.
Secara teknis, penanaman budi pekerti
melalui pembiasaan prilaku sehari –hari di sekolah dapat ditempuh
melalui beberapa alternatif strategi secara terpadu yaitu :
- Dengan mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan budi pekerti yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama, kewarganegaraan dan bahasa Indonesia atau bahasa Daerah.
- Dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah .
- Dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti kedalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan.
- Dengan membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua peserta pendidik.
Post a Comment
Post a Comment