BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil kerja
keras dari seluruh wilayah Indonesia. Kedaulatan yang diraih adalah sebuah
perjuangan tiap-tiap daerah pada masa revolusi.
Upaya bangsa Indonesia untuk memepertahankan
kemerdekaan dilakukan melalui 2 cara, yaitu upaya diplomasi dan fisik
(konfrontasi). Salah satu bentuk upaya mempertahankan keutuhan
RI melalui jalur diplomasi yaitu diadakannya perjanjian-perjanjian. Perjanjian adalah persetujuan antar negara yang menimbulkan hak dan
kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakannya. Perjuangan fisik dilakukan dengan mengandalkan kontak
senjata, sementara perjuangan diplomasi dilakukan melalui meja-meja
perundingan.
Sebab-sebab diadakannya perjanjian tersebut
berawal dari kemarahan NICA yang menemukan kenyataan bahawa pemerintahan
republik Indonesia telah berjalan dengan efektif. Pihak NICA marah karena
mereka merasa sebagai pihak yang berhak menguasai Indonesia . Tentara NICA yang
berhasil menyusup masuk di antara pasukan Inggris kemudian berhasil membuat
pemerintahan di Jakarta dan memprovokasi bekas interniran untuk melakukan
terror di wilayah republik Indonesia. Selain itu, NICA juga berhasil
mendaratkan 800 marinir Belanda di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1945 yang
mendapat protes keras dari pihak Republik. Tindakan NICA dan tentara sekutu
menimbulkan konflik bersenjata di setiap wilayah.
B. Rumusan masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan
perjuangan diplomasi?
b. Bagaimana bentuk diplomasi pasca proklamasi kemerdekaan?
c. Apa saja cara mempertahankan
kemerdekaan selain dengan cara diplomasi?
C. Tujuan
Penulisan
a. Untuk memahami tentang
perjuangan diplomasi,
b. Mengetahui bentuk diplomasi pasca kemerdekaan
c. Apa saja cara mempertahankan
kemerdekaan selain dengan cara diplomasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perjuangan Diplomasi
Perjuangan diplomasi adalah perjuangan yang
dilakukan dengan cara melakukan perundingan dengan sekutu (belanda) untuk
mendapatkan hak dan kewajiban (hukum-hukum). Contohnya Indonesia juga
mengadakan perundingan langsung dengan Belanda. Berbagai perundingan yang
pernah dilakukan untuk menyelesaikan konflik Indonesia- Belanda misalnya:
Perundingan Linggarjati, Perjanjian Renville, Persetujuan Roem-Royen,
Konferensi Inter-Indonesia, dan Konferensi Meja Bundar. Nah dari perundingan
itu muncullah salah satu kebijakan yaitu terbentuknya Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan masih banyak lainnya.
B. Diplomasi Pasca
Proklamasi Kemerdekaan
Pasca Poklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,
Indonesia mengalami berbagai tantangan dan ujian sebagai sebuah negara baru.
Perang dan diplomasi adalah dua jalan yang dilakukan dalam upaya pengakuan
kemerdekaan dan kedaulatan RI. Berbagai perundingan dan perjanjian untuk
mencapai cita-cita tersebut dilakukan terus menerus tidak pernah menyerah dan
putus asa. Kondisi dalam negeri juga mempengaruhi upaya yang dilakukan. Dimulai
dengan kedatangan pasukan sekutu/Inggris pada tanggal 29 September 1945. Pada
awalnya, kedatangan pasukan tersebut disambut dengan baik dan netral oleh pihak
Indonesia. Tetapi, akhirnya diketahui bahwa pasukan itu juga membawa
orang-orang NICA sehingga menimbulkan kecurigaan akan upaya
Belanda untuk menjajah/mengambil kekuasaan mereka kembali. Namun hal tersebut
juga sudah diantisipasi oleh pasukan sekutu, karena walau bagaimanapun mereka
tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik tanpa bantuan pemerintah Indonesia.
Oleh karena itu, pihak sekutu melakukan perundingan dengan pihak Indonesia yang
mengahasilkan keputusan mengenai pengakuan Republik Indonesia secara de facto
pada tanggal 1 Oktober 1945.
1. Perjanjian
Linggarjati (10 November – 15 November 1946)
Perundingan
Linggarjati berlangsung tanggal 10 November 1946 di Linggarjati. Perundingan
Linggarjati merupakan perundingan antara RI dengan Komisi Umum Belanda.
Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh PM. Syahrir. Delegasi Belanda
dipimpin oleh Schermerhorn.
Perundingan
Linggarjati dipimpin oleh Lord Killearn di Inggris (sebagai perantara). Tanggal 15 November 1946 naskah persetujuan Linggarjati diumumkan di
Jakarta.
Hasil
Perundingan Linggarjati berlangsung tanggal 10 November 1946 di Linggarjati. Perundingan
Linggarjati merupakan perundingan antara RI dengan Komisi Umum Belanda.
Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh PM. Syahrir Delegasi Belanda dipimpin oleh Schermerhorn. Hasil Perundingan Linggarjati adalah sebagai berikut;
a.
Belanda mengakui secara de
facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi
Sumatera, Jawa, dan Madura.
b.
Belanda harus
meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari
1949.
c.
Republik Indonesia dan
Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara federal, dengan nama Republik
Indonesia Serikat, yang salah satu Negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
d.
RepubliK Indonesia
Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda
selaku ketuanya.
e.
Pengakuan secara de
facto Belanda terhadap RI, meliputi wilayah Jawa, Madura, dan
Sumatera. Secara de Jure (hukum) status hubungan Internasional
Indonesia tidak jelas, tidak ada penegasan dalam perjanjian apakah Indonesia
dapat melakukan hubungan internasional atau tidak. Terjalinnya hubungan
diplomasi dengan negara lain inilah yang memicu pertentangan lebih lanjut
antara Indonesia-Belanda.
Terjadi pro
dan kontra mengenai perjanjian Linggarjati tetapi akhirnya Indonesia
menandatangani perjanjian ini pada 25 Maret 1947 dengan alasan :
1.
Adanya keyakinan bahwa
bagaimanapun juga jalan damai merupakan jalan yang paling baik dan aman untuk
mencapai tujuan Bangsa Indonesia.
2.
Cara damai akan
mendatangkan simpati dan dukungan internasional yang harus diperhitungkan oleh
lawan.
3.
Keadaan militer
Indonesia yang masih lemah jika menyetujui perundingan memungkinkan Indonesia
memperoleh kesempatan untuk memperkuat militer.
4.
Jalan diplomasi
dipandang sebagai jalan untuk memperjuangkan pengakuan kedaulatan dan penegakan
Negara RI yang berdaulat.
Hasil
Perjanjian Linggarjati memiliki kelemahan dan keuntungan bagi Indonesia.
Kelemahannya, bila ditinjau dari segi wilayah kekuasaan, daerah RI menjadi
sempit. Tetapi bila ditinjau dari segi keuntungannya, kedudukan Indonesia di
mata internasional semakin kuat karena banyak negara seperti Inggris, Amerika,
dan negara-negara Arab mengakui kedaulatan negara RI. Hal ini tidak terlepas
dari peran politik diplomasi Indonesia yang dilakukan oleh Sutan Syahrir, H.
Agus Salim, Sujatmoko, dan Dr. Sumitro Joyohadikusumo dalam sidang Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB).
Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Agresi yang merupakan pelanggaran dari Persetujuan
Linggajati ini menggunakan kode "Operatie
Product”.
Agresi Militer Belanda I dilatarbelakangi oleh
perbedaan pendapat dan penafsiran yang semakin memuncak mengenai
ketentuan-ketentuan persetujuan Linggarjati. Pihak Belanda beranggapan bahwa
Republik Indonesia berkedudukan sebagai Negara persemakmurannya. Sementara itu
pihak Republik Indonesia beranggapan bahwa dirinya adalah sebuah Negara merdeka
yang berdaulat penuh.
Belanda berpendapat bahwa kedaulatan RI berada di bawah Belanda sehingga RI
tidak boleh melakukan hubungan diplomasi dengan negara lain. Belanda secara terang-terangan melanggar gencatan
senjata.Tanggal 27 Mei 1947 Belanda menyampaikan nota/ ultimatum kepada
Pemerintah RI yang harus dijawab dalam waktu 14 hari (2 minggu).
Tujuan
dilakukan Agresi Militer Belanda I adalah sebagai berikut;
1) Mengepung ibu kota dan menghancurkan kedaulatan
Republik Indonesia (tujuan politik)
2) Merebut pusat penghasilan makanan dan bahan eksport
(tujuan ekonomi)
3) Menghancurkan TNI (tujuan militer)
Reaksi dunia dengan adanya Agresi Militer Belanda I yaitu, Pemerintah India dan Australia mengajukan resolusi ke Dewan Keamanan
PBB. Amerka Serikat mengeluarkan himbauan agar pihak Belanda dan Republik
Indonesia menghentikan tembak menebak. Polandia dan Uni Soviet mendesak agar pasukan Belanda
ditarik dari wilayah Republik Indonesia. Akibat tekanan dari berbagai
negara tersebut maka pada tanggal 4 Agustus 1947 Belanda bersedia menghentikan
agresinya.
2. Perjanjian Renville
(8 Desember 1947 – 17 Januari 1948)
Perjanjian Renville adalah perjanjian
antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada
tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal
perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for
Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.
Keinginan Belanda untuk terus memperluas wilayah kekuasaannya, yang
kemudian dikenal dengan garis demarkasi Van Mook, yaitu garis
terdepan dari pasukan Belanda setelah Agresi Militer sampai perintah genctan
senjata Dewan Keamanan PBB tanggal 4 Agustus 1947. Untuk mengatasi konflik
Indonesia-Belanda maka dibentuklah komisi jasa baik yaitu Komisi Tiga Negara
(KTN). Tujuannya untuk membantu Indonesia-Belanda menyelesaikan konflik.
Dalam hal ini
Belanda memilih Belgia yang diwakili oleh Paul van Zeeland. Indonesia memilih
Australia yang diwakili oleh Richard Kirby. RI dan Belanda memilih Amerika
Serikat yang diwakili oleh Frank Graham.
Akhirnya KTN dapat mempertemukan wakil-wakil Belanda dan RI di meja
perundingan yaitu di kapal Renville milik USA yang berlabuh di Tanjung Priok
pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948. Delegasi Indonesia dipimpin oleh
PM. Amir Syarifuddin. Delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir
Widjojoatmodjo. Penengah perundingan adalah KTN.
Isi
persetujuan Renville adalah sebagai berikut:
1. Belanda tetap berkuasa sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat.
2. RI sejajar kedudukannya dengan Belanda dalam Uni Indonesia Belanda.
3. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya kepada
pemerintah federal sementara.
4. RI merupakan Negara bagian dalam RIS.
5. Dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun akan diadakan pemilihan umum untuk
membentuk konstituante RIS.
6. Tentara Indonesia di daerah pendudukan Belanda harus dipindahkan ke daerah
RI.
Sebenarnya banyak pemimpin Negara RI menolak persetujuan Renville tersebut
tetapi akhirnya mereka bersedia menyetujui. Hal tersebut dikarenakan adanya
pertimbangan sebagai berikut:
1. Persediaan amunisi yang menipis
2. Adanya kepastian bahwa penolakan berarti serangan baru dari pihak Belanda secara
lebih hebat.
3. Adanya keterangan dari KTN bahwa itulah maksimum yang dapat mereka lakukan.
4. Tidak adanya jaminan bahwa Dewan Keamanan PBB dapat menolong.
5. Bagi RI menandatangani persetujuan Renville merupakan kesempatan yang baik
untuk membina kekuatan militer.
6. Timbul simpati dunia yang semakin besar karena RI selalu bersedia menerima
petunjuk KTN.
Akibat dari
perjanjian Renville :
·
Wilayah Indonesia
menjadi semakin sempit
·
Bagi kalangan politik,
hasil perundingan ini memperlihatkan kekalahan perjuangan diplomasi.
·
Bagi TNI, hasil
perundingan ini menyebabkan sejumlah wilayah pertahanan yang telah susah payah
dibangun harus ditinggalkan.
·
Muncul berbagai
ketidak puasan akibat perundingan ini.
·
Sementara itu Belanda
membentuk Negara-negara bonekanya yang terhimpun dalam organisasi BFO
(Bijeenkomst voor Federal Overlg) yang disiapkan untuk pertemuan musyawarah
federal
Perjanjian
Renville ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari 1948. adapun
kerugian yang diderita Indonesia dengan penandatanganan perjanjian Renville
adalah sebagai berikut :
1. Indonesia terpaksa menyetujui
dibentuknya negara Indonesia Serikat melalaui masa peralihan.
2. Indonesia kehilangan sebagaian
daerah kekuasaannya karena grais Van Mook terpaksa harus diakui sebagai daerah
kekuasaan Belanda.
3. Pihak republik Indonesia harus
menarik seluruh pasukanya yang berda di derah kekuasaan Belanda dan
kantong-kantong gerilya masuk ke daerah republik Indonesia.
Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi
pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan
serangan terhadap Yogyakarta, ibu
kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan
dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin
Prawiranegara.
Agresi Militer Belanda II dilatar belakangi
oleh Belanda masih ingin menguasai Indonesia dan berusaha
untuk mengingkari perjanjian Renville. 18 Desember 1948 Belanda mengeluarkan surat pernyataan
bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan persetujuan gencatan perang Renville.
Tetapi surat pernyataan tersebut tidak dapat disampaikan ke pemerintahan pusat
di Yogyakarta sebab dilarang oleh Belanda.
Pelaksanaan Agresi Militer Belanda
II yaitu:
1. Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan serangan terhadap kota
Yogyakarta.
2. Tepatnya pada pukul 05.30 Belanda melakukan aksi membom pangkalan udara
Maguwoharjo (Lapangan Udara Adisucipto) yang dilanjutkan dengan menghancurkan
bangunan-bangunan penting dan akhirnya merambat ke pusat kota Yogyakarta dan
berhasil menguasainya.
3. Belanda berhasil menawan
Presiden Soekarno, wakil presiden Moh. Hatta, Syahrir (penasehat presiden), H.
Agus Salim (menlu).
4. Sebelum ditawan presiden
berhasil mengirim surat pemberian kekuasaan kepada Menteri
Kemakmuran Syarifuddin Prawironegoro untuk membentuk Pemerintah Darurat RI (
PDRI ) di Sumatera. Jika Syarifuddin tidak dapat menjalankan tugasnya maka
presiden memerintahkan RI di India.
5. Belanda akhirnya menguasai Yogyakarta dan TNI berhasil dipukul mundur
hingga ke desa-desa.
6. Belanda menganggap TNI telah kalah tetapi ternyata TNI dapat tetap
mengumpulkan kekuatan untuk melawan Belanda.
7. Sementara Belanda menyiarkan
kabar ke seluruh dunia bahwa TNI sudah lemah dan RI sudah tidak ada lagi.
8. Belanda melakukan sensor pers agar berita tersebut tidak tersiar keluar.
Tetapi ternyata dari radio gerilya Indonesia dapat disiarkan berita perlawanan
rakyat hingga ke luar negeri.
9. Akhirnya setelah 1 bulan dari agresi tersebut TNI mulai melakukan gerakan
menyerang kota-kota. Serangan yang terkenal adalah Serangan Umum 1 Maret 1949
terhadap kota Yogyakarta yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, dan
berhasil menduduki kota Yogyakarta. Hal tersebut membuktikan kepada dunia bahwa
TNI tidak hancur mereka masih mempunyai kemampuan bahkan mampu menyerang
Belanda. Sehingga Belanda akhirnya mau membicarakan dalam meja perundingan.
Tujuan Belanda menyelenggarakan Agresi Militer II yaitu Belanda ingin menujukkan kepada dunia bahwa pemerintah Republik Indonesia
dan TNI secara de facto tidak ada lagi.
Tindakan
perjuangan secara diplomatik yang dilakukan untuk menggagalkan tujuan Belanda,
yaitu :
a. Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Agresi Militer Belanda II
merupakan tindakan melanggar perjanjian damai (hasil Perundingan Renville)
b. Meyakinkan dunia bahwa Indonesia cinta damai, terbukti dengan sikap menaati
hasil Perundingan Renville dan penghargaan terhadap KTN.
c. Membuktikan bahwa Republik Indonesia masih ada. Hal ini ditunjukkan dengan
eksistensi PDRI dan keberhasilan TNI menguasai Yogyakarta selama enam jam pada
Serangan Umum 1 Maret 1949.
Upaya Indonesia menarik simpati Amerika serikat hingga akhirnya mendesak
Belanda untuk menarik mundur pasukannya dari wilayah Indonesia. Dewan Keamanan
PBB juga mendesak Belanda untuk menghentikan operasi militer dan membebaskan
para pemimpin Indonesia. Desakan tersebut membuat Belanda mengakhiri agresi
militer II.
3. Perjanjian Roem-Royen
Guna menjamin terlaksananya penghentian Agresi Militer Belanda II maka PBB menganti
KTN dengan membentuk UNCI (United Nations Comission for Indonesia) yaitu komisi
PBB untuk Indonesia.
Komisi ini selanjutnya mempertemukan Indonesia dan Belanda ke meja
perundingan pada tanggal 14 April 1949. Dimana Delegasi RI dipimpin oleh Mr. Moh.
Roem (ketua), Mr. Ali sastro Amijoyo (wakil) sedangkan delegasi Belanda
dipimpin oleh Dr. J. H Van Royen. Perundingan diadakan di Hotel Des Indes
Jakarta dipimpin oleh Merle Cochran, anggota komisi dari Amerika Serikat.
Perundingan ini mengalami hambatan sehingga baru pada awal Mei 1949 terjadi
kesepakatan. Isi Perjanjian Roem-Royen (Roem-Royen Statement) sebagai berikut:
a. Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan pemerintah RI
untuk:
1)
Pemerintah Republik
Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
2)
Bekerjasama dalam
mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
3)
Turut serta dalam KMB
di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh
dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
b. Pernyataan Delegasi Belanda yang dibacakan oleh Dr.
H.J. Van Royen yaitu:
1)
Pemerintah Belanda
setuju bahwa pemerintah RI harus bebas dan leluasa melakukan jabatan sepatutnya
dalam satu daerah meliputi karisidenan Yogyakarta.
2)
Pemerintah Belanda
membebaskan tak bersyarat pemimpin-pemimpin dan tahanan politik yang tertangkap
sejak 19 Desember 1948.
3)
Pemerintah Belanda
menyetujui RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
4)
KMB di Den Haag akan
diadakan selekasnya sesudah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
Sejak bulan Juni 1949, berlangsung persiapan pemulihan pemerintahan
Indonesia di Yogyakarta. Persiapan itu berlangsung di
bawah pengawasan UNCI. Sejak tanggal 24-29 Juni 1949, tentara
Belanda ditarik dari Yogyakarta. TNI akhirnya memasuki kota Yogyakarta. Pada 6
Juni 1949, presiden, wakil presiden, serta para pemimpin lainnya kembali ke
Yogyakarta.
Sebagai tindak lanjut perjanjian Roem-Royen,
pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan antara RI, BFO, dan Belanda yang
hasilnya sebagai berikut.
1)
Tanggal 24 Juni 1949, keresidenan Yogyakarta dikosongkan oleh tentara
Belanda. Pada tanggal 1 Juli 1949, pemerintah RI kembali ke Yogyakarta setelah
tentara Republik menguasai sepenuhnya.
2)
Mengenai penghentian permusuhan akan dibahas setelah kembalinya
pemerintahan RI ke Yogayakarta.
3)
Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan di Den Haag.
4.Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar dilatarbelakangi oleh
usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras
dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa
pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian
Roem-van Roijen, dan Konferensi Meja Bundar.
Realisasi dari perjanjian Roem-Royen adalah diselenggarakannya Konferensi
Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. Konferensi tersebut berlangsung selama
23 Agustus sampai 2 November 1949. Konferensi ini diikuti oleh delegasi
Indonesia, BFO, Belanda, dan UNCI.
Delegasi
Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan
Hamid dari Pontianak. Delegasi Belanda diketuai oleh J. H Van Maarseveen.
Sebagai penengah adalah wakil dari UNCI oleh Critley R. Heremas dan Marle
Cochran.
Hasil dari
persetujuan KMB adalah:
1)
Belanda menyerahkan
dan mengakui kedaulatan Indonesia tanpa syarat dan tidak dapat ditarik kembali
2)
Indonesia akan
berbentuk Negara serikat (RIS) dan merupakan uni dengan Belanda.
3)
RIS mengembalikan hak
milik Belanda dan memberikan hak konsesi dan izin baru untuk
perusahaan-perusahaan Belanda.
4)
RIS harus menanggung
semua hutang Belanda yang dibuat sejak tahun 1942.
5)
Status karisidenan
Irian akan diselesaikan dalam waktu 1 tahun setelah penyerahan kedaulatan RIS.
Makna dari Persetujuan KMB yaitu merupakan babak baru dalam perjuangan sejarah Indonesia. Meskipun merupakan Negara serikat tetapi wilayahnya hampir mencakup seluruh
Indonesia. Eksistensi pemerintah RI dimata dunia internasional makin kuat.
Konferensi Meja Bundar diikuti oleh perwakilan
dari Indonesia, Belanda, danperwakilan badan yang mengurusi sengketa antara
Indonesia-Belanda. Berikut ini paradelegasi yang hadir dalam KMB:
1) Indonesia terdiri dari Drs.
Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
2) BFO dipimpin Sultan Hamid II
dari Pontianak.
3) Belanda diwakili Mr. van
Maarseveen.
4) UNCI diwakili oleh Chritchley.
Setelah melakukan perundingan cukup lama, maka
diperoleh hasil dari konferensi
tersebut. Berikut merupakan hasil KMB:
a. Belanda mengakui RIS sebagai
negara yang merdeka dan berdaulat.
b. Pengakuan kedaulatan dilakukan
selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
c. Masalah Irian Barat akan
diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
d. Antara RIS dan Kerajaan
Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja
Belanda.
e. Kapal-kapal perang Belanda
akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan
kepada RIS.
f.
Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang
TentaraKerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa
paraanggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
Konferensi Meja Bundar memberikan dampak yang
cukup menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari
KMB berpihak pada bangsa Indonesia,sehingga dampak positif pun diperoleh
Indonesia.
Berikut merupakan dampak dari Konferensi Meja
Bundar bagi Indonesia:
a. Belanda mengakui kemerdekaan
Indonesia.
b. Konflik dengan Belanda dapat
diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
c. Irian Barat belum bisa
diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
d. Bentuk negara serikat tidak
sesuai dengan cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Selain dampak positif, Indonesia juga memperoleh
dampak negatif, yaitu belum diakuinya Irian Barat sebagai bagian dari
Indonesia. Sehingga Indonesia masih berusaha untuk memperoleh pengakuan bahwa
Irian Barat merupakan bagian dari NKRI.
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan
antara pemerintah Republik
Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan
di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949.
C. Mempertahankan Kemerdekaan Selain Dengan
Cara Diplomasi
Selain dengan cara diplomasi, untuk
mempertahankan kemerdekaan dilakukan dengan cara :
a. Mencari dukungan internasional : Perjuangan mencari dukungan internasional lewat PBB dilakukan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan langsung dilakukan dengan
mengemukakan masalah Indonesia di hadapan sidang Dewan Keamanan PBB. Tindakan
tidak langsung dilakukan melalui pendekatan dan hubungan baik dengan
negara-negara yang akan mendukung Indonesia dalam sidang-sidang PBB.
b. Perang : perjuangan Indonesia disini awalnya Indonesia tidak curiga terhadap
sekutu namun sekutu ketahuan membawa tentara NICA sehingga di Indonesia terjadi
berbagai macam perang seperti: Bandung lautan api,Ambarawa,arek-arek Surabaya
dan lain-lain.
BAB 111
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah Indonesia merdeka ternyata perjuangan
nya masih belum berhenti. Bangsa Indonesia masih harus berjuang
mempertahankannya yaitu dengan cara perang,perundingan dan mencari dukungan di
Negara lain. Khususnya untuk mempertahankan proklamasi dengan diplomasi ini
dilakukan perundingan-perundingan sehingga menciptakan kebijakan baru yang
berpengaruh pada bangsa Indonesia. Contoh-contoh perundingan tersebut ialah:
Perundingan Linggarjati, Perjanjian Renville, Persetujuan Roem-Royen,
Konferensi Inter-Indonesia, dan Konferensi Meja Bundar.
B. Saran
Diharapkan kita sebagai bangsa Indonesia dapat
mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ini agar tidak
terjajahi lagi dan menghargai para pejuang yang telah berhasil memperjuangan
Negara Indonesia ini.
DAFTAR PUSAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Renville
https://brainly.co.id/tugas/10341686
http://id.wikipedia.org/wiki/Perundingan_Linggarjati
http://belajar-sampai-mati.blogspot.com/2009/05/apa-yang-dimaksud-perundingan.html
Post a Comment
Post a Comment