-->

Ad Unit (Iklan) BIG

Makalah PAUD "PEMERATAAN DAN PERLUASAN AKSES LAYANAN PAUD "

Post a Comment

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

Kita sudah lama mengeluhkan  mutu pendidikan, tidak terhitung  kritikan dan keluhan yang dialamatkan  kepada dunia pendidikan. Mulai dari yang mengerti masalah pendidikan sampai pada kalangan masyarakat  yang hanya sekedar ikut-ikutan.  Semua pendidik saling menyalahkan, Pendidikan Tinggi mempersalahkan pendidikan menegah, pendidikan menengah menyalahkan pendidikan dasar. Begitu selanjutnya bagaikan sebuah lingkaran setan tidak berujung, kusut tanpa  diketahui bagaimana masalah pendidikan ini dapat terselesaikan. Dari sikap saling menyalahkan tersebut  tidak satupun yang  menyalahkan pendidikan Anak Usia Dini atau pendidikan prasekolah.  Ini suatu bukti bahwa pemahaman masyarakat tentang PAUD masih rendah dan    menganggap PAUD  atau pra sekolah hanya sebagai pelengkap, dianggap remeh, dan boleh  jadi tidak begitu diperlukan. Padahal kegagalan pendidikan seringkali  selama ini karena persoalan-persoalan yang dianggap remeh dan mudah.

Sementara itu pemecahan masalah pendidikan selama ini menganut pola pikir paradoks yaitu suatu keterpaksaan memilih antara  kualitas atau kuantitas. Persis seperti memakan buah simalakama, jika dimakan bapak mati tapi jika tidak dimakanpun ibu yang mati. Apalagi kalau dijual, jangan-jangan bapak dan ibunya mati sekaligus.  Artinya pemerintah harus memilih antara kuantitas dengan mengabaikan kualitas atau   mengutamakan kuantitas tetapi mengorbankan kualitas. Pemikiran keniscayaan   memperoleh kualitas dan kuantitas sekaligus  memberikan efek yang luas terhadap  pemerataan pelayanan pendidikan yang sekaligus bermutu.  

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini telah banyak diteliti para ahli. Satu di antaranya Lindsey dalam Arce  (2000:07) bahwa perkembangan jaringan otak  dan periode perkembangan kritis secara signifikan terjadi pada tahun-tahun usia dini, dan perkembangan tersebut sangat ditentukan oleh lingkungan dan pengasuhan. Lingkungan dalam pengertian ini  menurut Shore dalam Arce (2000:08) sebelum anak lahir, saat pembentukan sirkuit otak  anak terjadi.   Pentingnya PAUD juga dikemukakan oleh Feldman (2002)  bahwa  masa balita merupakan masa emas yang tidak akan berulang karena merupakan masa paling penting dalam pembentukan dasar-dasar kepribadian, kemampuan berfikir, kecerdasan, keterampilan, dan kemampuan bersosialisasi. Kenyataan ini memperkuat keyakinan bahwa  pendidikan dasar bagi anak seyogianya dimulai sedini mungkin, tidak hanya  di usia pendidikan dasar 9 tahun dimana setelah sebagian besar  kemungkinan pengembangan potensi anak mulai berkurang. Penelitian tentang  otak menunjukkan  sampai usia  4 tahun tingkat kapabilitas kecerdasan anak telah mencapai 50%, pada usia 8 tahun  mencapai 80%, dan sisanya  sekitar  20% diperoleh pada saat berusia  8 tahun ke atas. Artinya apabila pendidikan baru dilakukan pada usia 7 tahun  atau sekolah dasar  stimulasi lingkungan  terhadap fungsi otak  yang telah berkembang 80 % tersebut  terlambat dalam  pengembangannya. Otak yang kurang difungsikan tidak hanya membuat anak kurang cerdas tetapi dapat mengurangi optimalisasi potensi otak yang seharusnya dimiliki oleh anak.    

Selanjutnya  Froebel  dalam  Brewer  (2007:41) mengatakan  bahwa permainan dalam pendidikan anak usia dini  merupakan fondasi  bagi pembelajaran anak   sehingga dapat menjembatani  anak antara kehidupan di rumah dan kehidupan anak  di  sekolah.     Hal ini perlu menjadi perhatian karena pengaruh ibu  terhadap perkembangan sosial anak  tidak berhenti bersamaan dengan masuknya anak ke sekolah. Bahkan Yussen & Santrock (1980:373) menemukan bahwa keterlibatan orang tua dalam seminar-seminar  yang berkaitan dengan  upaya peningkatan  keterampilan berinteraksi dengan anak menunjukkan hasil yang sangat baik terhadap perkembangan sosial anak-anak mereka  Mengingat pendidikan anak merupakan bagian integral dari pendidikan sekolah, orang tua dan masyarakat. Maka  peserta didik  usia dini 0-6 tahun  yang tidak terlayani  di Pos PAUD,  Taman Penitipan  Anak, Kelompok Bermain, maupun Taman Kanak-Kanak, berarti    berada dalam  pengasuhan keluarga. Untuk itu  maka orang tua  juga merupakan  sasaran tidak langsung  dari program PAUD guna memperoleh  memperoleh model pengasuhan  yang tepat (Diknas, 2006:07). Artinya PAUD tidak terbatas pada pendidikan anak tetapi juga terkait dengan pendidikan  orang tua tentang pendidikan anak sehingga mereka dapat memberikan pengasuhan yang tepat sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.     

Sebagian besar ahli pendidikan  menyadari bahwa  faktor lingkungan  sangat mempengaruhi pendidikan anak. Sekolah hanya sebagian kecil kegiatan yang dilakukan anak  bersama guru dan anak lainnya, sebagian besar waktu anak  berada di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Untuk itu kebijakan pendidikan  anak usia dini harus dikembangkan  secara terintegrasi melalui pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. 

Berdasarkan hasil kajian Direktorat  PAUD tentang penyebab rendahnya pelayanan PAUD adalah :

(1)   kesadaran orang tua, keluarga, dan masyarakat  terhadap pentingnya layanan PAUD rendah,

(2)   terbatasnya lembaga layanan PAUD (khususnya layanan PAUD nonformal),

(3)   keterbatasan jumlah pendidik yang kompeten,

(4)   terbatasnya dukungan pemerintah,

(5)   layanan PAUD belum sepenuhnya terkoordinasi dan terintegrasi dengan aspek kesehatan,  gizi, pengasuhan dan perawatan dengan baik,

(6)   PAUD belum menjadi gerakan nasional walaupun pencanangan PAUD oleh Presiden pada Hari Anak Nasional telah dilakukan tahun 2003

(Direktorat PAUD, 2007:2-3).

 

Maka kebijakan pemerataan pelayanan PAUD mesti mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut:

I.           Perkembangan PAUD umumnya diprakarsai oleh ibu-ibu PKK. PKK di masa lalu identik dengan afiliasi kepada partai tertentu. Pola pembinaan PKK sebagai cikal bakal tumbuhnya PAUD perlu dikembangkan dengan cara-cara yang lebih profesional dan tidak terikat pada partai tertentu. Hal ini perlu dilakukan agar pembinaan terhadap anak usia dini tidak  dimanfaatkan oleh partai-partai untuk tujuan-tujuan jangka pendek seperti untuk kepentingan pemilu. 

II.        Bantuan dana-dana stimulus  seperti perkuatan kelembagaan,  block grant,  dana rintisan dan dana stimulan lainnya telah memberikan dorongan yang kuat kepada masyarakat untuk mendirikan PAUD, terbukti dalam beberapa tahun terakhir PAUD berkembang dengan pesat. Namun yang penting dari semua itu dana stimulan hanya  trigger untuk memperkuat bukan untuk menggantungkan diri pada pemerintah. Keberlanjutan sebuah lembaga sangat ditentukan oleh seberapa kuat motif masyarakat untuk berdikari dengan niat untuk memajukan PAUD. Untuk itu pemerintah mendorong partisipasi masyarakat melalui Paguyuban, masyarakat perantauan, dana sosial  perusahaan, kebijakan pemerintah daerah. Bantuan dari pemerintah seringkali membuat  lembaga bersifat menunggu dan tidak kreatif untuk partisipasi dan donasi masyarakat bukan merupakan tujuan dari dana stimulan ini.

III.      Honorarium bagi pendidik PAUD dari pemerintah melalui  PTKPNF merupakan terobosan baru yang dapat mendorong  pendidik PAUD untuk bekerja lebih baik, disamping itu dana dari masyarakat perlu digalang agar pendidik PAUD memperoleh kesejahteraan minimal sesuai Upah Minimum Regional (UMR). Peningkatan kesejahteraan ini harus  diikuti dengan upaya peningkatan kualifikasi pendidik PAUD melalui pendidikan kesetaraan dan palatihan-pelatihan lainnya 

IV.      Kebijakan untuk memasukkan materi PAUD dalam mata-mata pelajaran di SD, SLTP, SLTA, Perguruan Tinggi  seperti Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Pancasila dan kewarganegaraan,  dan mata pelajaran muatan lokal lainnya dapat memperkuat pengetahuan dan pengalaman peserta didik tentang PAUD. Upaya ini membantu sosialisasi PAUD sedini mungkin sehingga pada saat anak didik  dimasyarakat nantinya baik sebagai orang tua, anggota masyarakat telah memiliki pengetahuan  yang memadai. 

V.        Pada waktunya nanti pemerintah  mesti mempersyaratkan pengetahuan minimal tentang pelayanan minimal terhadap anak bagi calon pasangan suami istri  yang akan menikah dalam pengasuhan anak. Terutama setelah materi PAUD dipelajari pada setiap tingkat pendidikan  di sekolah-sekolah formal. 

VI.      Orientasi pendidikan pada pengembangan pikir mind  yang bersifat abstrak menjauhkan pembelajaran dari lingkungan sekitarnya sehingga apa yang dipelajari tidak mengikat perasaannya heart dengan lingkungan sekitarnya. Karena itu tidak mengherankan bahwa pembelajaran telah mengakibatkan anak asing dengan lingkungannya sendiri, asing dengan pekerjaan masyarakatnya, serta kurang menghargai nilai-nilai kemasyarakatannya sendiri. Prinsip-prinsip kurikulum akan memandu pengajaran dan pembelajaran  dengan cara yang paling sesuai dengan anak usia dini dan dipastikan dapat menjadikan fondasi yang kokoh  untuk  membangun tahapan pembelajaran berikutnya.  Pengembangan pendidikan harus menyentuh pikiran dan hati. Untuk itu perlu memahami bagaimana anak belajar yaitu melalui observasi, eksplorasi, imaginasi, penemuan, penyelidikan, mengumpulkan informasi dan berbagi informasi dari lingkungan yang dekat dengan dirinya (Ministry of Education Singapore, 2003:10).


BAB III

PENUTUP

 

Berdasarkan uraian di atas  dapat dikemukakan bahwa  pelayanan terhadap PAUD dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks  antara lain budaya,  ekonomi,  pengetahuan orang tua dan masyarakat, agen sosial serta nilai anak dalam suatu  masyarakat.  Untuk itu pengembangan pemahaman nilai-nilai PAUD  disamping melalui pendidikan anak usia dini itu sendiri, penyampaian nilai-nilai ini pada pendidikan bagi usia SD, SLP, SLTA dan Perguruan Tinggi juga perlu mendapatkan prioritas. Prioritas ini tidak hanya dikaitkan dengan ilmu tetapi terkait dengan perubahan pola pikir yang mendasar dalam mendidik anak karena suatu ketika nanti pelajar tersebut akan menjadi orang tua



DAFTAR PUSTAKA

 

Fidesrinur, Dr. M.Pd (…),Suatu  Alternatif  Solusi Komprehensif  terhadap Pelayanan   Pendidikan Anak  Usia  Dini (PAUD) di Indonesia

Cropley. (……). Pendidikan Seumur Hidup Suatu Analisis Psikologi. Surabaya: Usaha Nasional.

Depdiknas. (2003). Bahan Sosialisasi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat PADU. (2002). Acuan Menu Pembelajaran pada Pendidikan Anak Dini Usia (Menu Pembelajaran Generik). Jakarta: Direktorat PADU - Ditjen PLSP – Depdiknas.

Direktorat PADU. (2003). Model PAUD Terintegrasi. Jakarta: Direktorat PADU - Ditjen PLSP – Depdiknas.

Hadis, Fawzia Aswin. (2002). “Strategi Sosialisasi Dalam Memberdayakan Masyarakat”. Buletin Padu Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. 03. 25 – 28.

 


Related Posts

Post a Comment