-->

Ad Unit (Iklan) BIG

Makalah PAUD "PERANAN PENDIDIKAN NONFORMAL DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI"

Post a Comment

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

Arti pentingnya pendidikan dini pada anak telah menjadi perhatian internasional. Dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di Dakkar, Senegal, telah menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua (The Dakkar Frame work for Action Education for All) yang salah satu butirnya menyatakan: “memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini (PAUD), terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung.

Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar yaitu usia tujuh tahun ternyata tidaklah benar. Bahkan pendidikan yang dimulai pada usia Taman Kanak-kanak (4 - 6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat. Menurut hasil penelitian di bidang neurologi  yang dilakukan oleh Dr. Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari Universitas Chicago, AS, mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0 - 4 tahun mencapai 50% (Cropley, 94). Artinya bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan maksimal maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal.

Hasil penelitian di Baylor College of Medicine menyatakan bahwa lingkungan memberi peran yang sangat besar dalam pembentukan sikap, kepribadian, dan pengembangan kemampuan anak secara optimal. Anak yang tidak mendapat lingkungan baik untuk merangsang pertumbuhan otaknya, misal jarang disentuh, jarang diajak bermain, jarang diajak berkomunikasi, maka perkembangan otaknya akan lebih kecil 20 - 30% dari ukuran normal seusianya (Depdiknas, 2003:1).

Secara keseluruhan hingga usia delapan tahun, 80% kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk, artinya kapasitas kecerdasan anak hanya bertambah 30% setelah usia empat tahun hingga mencapai usia delapan tahun. Selanjutnya kapasitas kecerdasan anak tersebut akan mencapai 100% setelah berusia sekitar 18 tahun (Abdulhak, 2002). Oleh sebab itu masa kanak-kanak dari usia 0 - 8 tahun disebut masa emas (Golden Age) yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak melalui perhatian kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan.

Namun dalam hal ini pembahasan mengenai anak usia dini dibatasi mulai usia 0 - 6 tahun sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 1 ayat 14 dan pasal 28 ayat 1 bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.

Layanan pendidikan anak usia dini di Indonesia masih termasuk sangat memprihatinkan. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000, dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 203,09 juta, 26,09 juta diantaranya adalah anak usia dini (0 - 6 tahun). Dari jumlah tersebut mereka yang berusia 0 – 3 tahun ada 13,5 juta dan anak usia 4 – 6 tahun terdapat 12,6 juta.

Dari 13,5 juta anak usia 0 – 3 tahun tersebut, yang telah mendapatkan layanan pendidikan prasekolah melalui Bina Keluarga Balita dan sejenisnya baru sekitar 2,5 juta (18,74%). Sementara itu dari 12,6 juta anak usia 4 – 6 tahun, yang sudah memperolah layanan pendidikan hanya terdapat 4,6 juta (36,54%). Yang perlu dicatat bahwa Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal hanya mampu melayani sekitar 2 (dua) juta anak dari 12,6 juta anak usia 4 – 6 tahun yang ada.

Melihat kenyataan tersebut maka dapat dikatakan bahwa anak usia dini yang mendapatkan layanan pendidikan di jalur pendidikan formal sangat minim sehingga masih terdapat begitu banyak anak usia dini prasekolah saat ini yang belum tersentuh oleh pendidikan dini, dimana kehidupan bangsa ini dimasa mendatang tentunya berada di tangan mereka kelak. Oleh sebab itu peran pendidikan luar sekolah (PLS) dalam mengatasi masalah tersebut sangat penting dan mendesak.

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 28 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal (Taman Kanak-kanak, Raudatul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat), jalur pendidikan nonformal (Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak, atau bentuk lain yang sederajat), dan/atau jalur pendidikan informal yang berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

Sehubungan dengan kenyataan yang telah disebutkan sebelumnya, maka anak-anak yang tersentuh pendidikan dini yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal masih sangat minim jumlahnya. Berkenaan dengan hal tersebut di atas maka sewajarnya bila peran Pendidikan Luar Sekolah – yang mencakup pendidikan nonformal dan informal – dalam memberikan pelayanan pendidikan dini pada anak-anak yang tak memperoleh pendidikan di jalur pendidikan formal sangatlah penting dan mendesak.

 

A.     Pengertian Pendidikan Luar Sekolah

Pendidikan nasional, sebagai salah satu sistem dari supra sistem pembangunan nasional, memiliki tiga subsistem pendidikan - sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 – yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Pendidikan formal disebut juga pendidikan sekolah sedangkan pendidikan nonformal dan informal tercakup ke dalam pendidikan luar sekolah.

Menurut pengertian Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 12 “Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang” sedangkan ayat 13 menyatakan “Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan”.

Seperti diketahui bersama bahwa pendidikan luar sekolah mencakup pendidikan nonformal maupun pendidikan informal sehingga dapat dijelaskan bahwa pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar jalur pendidikan sekolah yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang baik dalam keluarga, lingkungan maupun masyarakat.

Coombs (Trisnamansyah, 2003: 19) mendefinisikan nonformal education (pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah) sebagai setiap kegiatan pendidikan yang diorganisasikan di luar sistem persekolahan yang mapan baik dilakukan secara terpisah atau sebagai bagian penting dari kegiatan yang lebih besar, dilakukan secara sengaja untuk melayani peserta didik tertentu guna mencapai tujuan belajarnya.

 

B.     Sejarah Pendidikan Luar Sekolah

Sebagaimana dikemukakan Sudjana ( 2001: 63) pendidikan luar sekolah telah hadir di dunia ini sama tuanya dengan kehadiran manusia yang berinteraksi dengan lingkungan di muka bumi ini dimana situasi pendidikan ini muncul dalam kehidupan kelompok dan masyarakat. Kegiatan pendidikan dalam kelompok dan masyarakat telah dilakukan oleh umat manusia jauh sebelum pendidikan sekolah lahir di dalam kehidupan masyarakat.

Pada waktu permulaan kehadirannya, pendidikan luar sekolah dipengaruhi oleh pendidikan informal, yaitu kegiatan yang terutama berlangsung dalam keluarga dimana terjadi interaksi di dalamnya berupa transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan kebiasaan. Pada dasarnya kegiatan tersebut menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik yang dikenal dewasa ini.

Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok-kelompok yang terdiri dari keluarga-keluarga mengadopsi pola transmisi tersebut ke dalam kehidupan kelompok seperti keterampilan bercocok tanam. Kegiatan belajar-membelajarkan tersebut yang dilakukan untuk melestarikan dan mewariskan kebudayaan secara turun temurun itulah yang termasuk ke dalam kategori pendidikan tradisional yang kemudian menjadi akar pertumbuhan pendidikan luar sekolah.

Sejak awal kehadirannya di dunia ini, pendidikan luar sekolah telah berakar pada tradisi dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat yang mendorong penduduk untuk belajar, berusaha, dan bekerjasama atas dasar nilai-nilai budaya dan moral yang dianut oleh masyarakat tersebut. Hal ini biasanya terdapat dalam pepatah dan nasehat para orang tua yang intinya mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan belajar, berusaha, dan bekerjasama dalam masyarakat.

Kehadiran agama dalam kehidupan masyarakat lebih melandasi lagi perkembangan pendidikan luar sekolah. Belajar membaca kitab suci, kaidah-kaidah agama, tata cara sembahyang merupakan kegiatan belajar- mengajar yang mendasari situasi pendidikan luar sekolah. Agama memberikan motivasi kepada masyarakat bahwa belajar itu merupakan kewajiban setiap pemeluk agama dan kegiatan belajar dilakukan di dalam dan terhadap lingkungan kehidupannya.

 

C.      Asas Pendidikan Sepanjang Hidup

Pendidikan luar sekolah didasari oleh empat asas yaitu asas kebutuhan, asas pendidikan sepanjang hayat, asas relevansi dengan pembangunan masyarakat, dan asas wawasan ke masa depan. Dalam hal ini perhatian lebih ditujukan pada asas pendidikan sepanjang hayat yang relevan dengan topik yang sedang dibahas.

R.H. Dave (dalam Hawes, H.W.R. dalam Trisnamansyah, 2003: 7) mengemukakan dua puluh karakteristik pendidikan sepanjang hayat namun di sini hanya membahas karakteristik yang sesuai dengan topik penulisan:

Pendidikan sepanjang hayat tidak hanya terbatas pada pendidikan orang dewasa tapi juga meliputi serta menyatukan semua tingkat pendidikan – prasekolah, SD, SLTP dan seterusnya. Ini merupakan pandangan pendidikan secara menyeluruh.

Berdasarkan karakteristik di atas maka pendidikan prasekolah telah diakui sebagai bagian dari pendidikan sepanjang hayat. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Worth, W.H. (Cropley, A.J., 43) yang mengemukakan bahwa pendidikan tidak boleh menolak anak di bawah umur enam tahun dan menganjurkan pendidikan anak-anak awal yang disebutnya “Early Ed”. Ia mengemukakan tiga tujuan pokok “Early Ed”, yang meliputi perlengkapan stimulasi, membantu pemahaman identitas, dan menciptakan pengalaman sosialisasi yang tepat. Aspek terpenting anjuran Worth ialah pendidikan anak usia dini sebagai fase pertama sistem pendidikan seumur hidup. Ia menyarankan bahwa tujuannya harus memuat pengembangan keterampilan untuk mendayagunakan informasi dan simbol-simbol, meningkatkan apresiasi bermacam-macam mode ekspresi diri, memelihara keinginan dan kemampuan berpikir, menanamkan keyakinan setiap anak tentang kemampuannya untuk belajar, membantu perasaan harga diri, dan akhirnya, meningkatkan kemampuan untuk hidup dengan orang lain. Worth melihat pendidikan anak usia dini meliputi variable yang kompleks dalam bidang kognitif, motivasi dan sosio affektif yang jika berkembang dengan tepat akan menjadi basis pemenuhan diri dalam kehidupan. Dengan demikian Worth mengakui pentingnya pendidikan anak-anak usia prasekolah sebagai salah satu fase pendidikan seumur hidup.

Rumah memegang peranan pertama, tajam dan penting dalam memulai proses belajar sepanjang hayat yang terus berlanjut sepanjang kehidupan individu melalui proses belajar keluarga.

Dalam keluargalah anak pertama kali mendapatkan pengalaman belajarnya dimana diketahui bersama bahwa keluarga merupakan tempat belajar di luar sekolah. Di dalam kehidupan keluarga ini terjadi interaksi, di dalamnya berupa transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan kebiasaan. Pada dasarnya kegiatan tersebut menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik yang dikenal dewasa ini (Sudjana, 2001:63).

 

D.     Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Disamping istilah pendidikan anak usia dini terdapat pula terminologi pengembangan anak usia dini yaitu upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan atau pemerintah untuk membantu anak usia dini dalam mengembangkan potensinya secara holistik baik aspek pendidikan, gizi maupun kesehatan (Direktorat PADU, 2002:3).

Peranan pendidikan nonformal pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sangat penting dan mendasar sebab merupakan hulu dalam pengembangan sumber daya manusia. Periode emas (Golden Period) dalam tumbuh kembang anak hanya terjadi sekali dalam kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir hingga usia delapan tahun. Penelitian di bidang neurologi mengungkapkan bahwa perkembangan kecerdasan anak 50% terjadi pada empat tahun pertama kemudian mencapai 80% hingga usia delapan tahun dan akhirnya 100% pada usia 18 tahun.

Anak-anak yang berada pada rentang usia dini yang memperoleh asupan pendidikan masih sangat minim. Anak usia 0 – 6 tahun berjumlah 26,09 juta akan tetapi yang terlayani dalam PAUD di jalur pendidikan formal (TK/RA) baru sekitar dua juta anak sehingga peran pendidikan luar sekolah dalam membantu mengatasi masalah tersebut sangat penting dan mendesak.

Aspek terpenting anjuran Worth ialah pendidikan anak usia dini sebagai fase pertama sistem pendidikan seumur hidup. Ia menyarankan bahwa tujuannya harus memuat pengembangan keterampilan untuk mendayagunakan informasi dan simbol-simbol, meningkatkan apresiasi bermacam-macam mode ekspresi diri, memelihara keinginan dan kemampuan berpikir, menanamkan keyakinan setiap anak tentang kemampuannya untuk belajar, membantu perasaan harga diri, dan akhirnya, meningkatkan kemampuan untuk hidup dengan orang lain.


BAB III

PENUTUP

 

 

Pendidikan dini pada anak telah menjadi perhatian internasional, lingkungan anak memberi peran yang sangat besar dalam pembentukan sikap, kepribadian, dan pengembangan kemampuan anak secara optimal.

Anak usia dini yang mendapatkan layanan pendidikan di jalur pendidikan formal sangat minim sehingga masih terdapat begitu banyak anak-anak usia dini prasekolah saat ini yang belum tersentuh oleh pendidikan dini, dimana kehidupan bangsa ini dimasa mendatang tentunya berada di tangan mereka kelak.


DAFTAR PUSTAKA

 

Abdulhak, Ishak. (2002). “Memposisikan Pendidikan Anak Dini Usia Dalam Sistem Pendidikan Nasional”. Buletin Padu Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. 03. 54–59.

Depdiknas. (2002). Sambutan Pengarahan Direktur Jenderal PLSP pada Lokakarya Pengembangan Program PADU, Jakarta.

Depdiknas. (2003). Bahan Sosialisasi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Tenaga Teknis. (2003). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 0 – 6 Tahun. Jakarta: Ditjen PLSP – Depdiknas.

Direktorat PADU. (2001). Informasi Tentang Pendidikan Anak Dini Usia Pendidikan Prasekolah Pada Jalur Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Direktorat PADU -Ditjen PLSP – Depdiknas.

Gutama. (2003). “Kebijakan Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU)”. Makalah pada Pelatihan Penyelenggara Program PADU, Bandung.

Trisnamansyah, Sutaryat. (2003). “Materi Pokok Perkuliahan Filsafat, Teori, dan Konsep Dasar PLS”. Bandung: Makalah tidak diterbitkan.


KATA PENGANTAR


DAFTAR ISI

Related Posts

Post a Comment