BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Anggapan bahwa
pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar yaitu usia tujuh tahun
ternyata tidaklah benar. Bahkan pendidikan yang dimulai pada usia dini/ TK (4 –
6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat. Hasil penelitian di bidang neurologi
yang dilakukan Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari Universitas
Chicago, Amerika Serikat (Diktentis, 2003: 1), mengemukakan bahwa pertumbuhan
sel jaringan otak pada anak usia 0 – 4 tahun mencapai 50%, hingga usia 8 tahun
mencapai 80%. Artinya bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan
rangsangan yang maksimal maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal.
Pada dasawarsa
kedua yaitu usia 18 tahun perkembangan jaringan otak telah mencapai 100%. Oleh
sebab itu masa kanak-kanak dari usia 0 – 8 tahun disebut masa emas (Golden Age)
yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga
sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak dengan memberikan
perhatian terhadap kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan
pendidikan.
B. Rumusan
Masalah
Sehubungan dengan latar belakang
di atas, maka yang menjadi rumusan masalah di dalam makalah ini adalah :
1.
Apa makna Pengembangan
Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Kelompok Bermain?
2.
Bagaimana mengembangkan
Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Kelompok Bermain?
3.
Faktor–faktor apa
saja yang mempengaruhi Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Kelompok Bermain?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini disamping sebagai pemenuhan tugas, juga penulisan makalah ini bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Kelompok
Bermain
BAB II
PEMBAHASAN
Layanan
pendidikan anak usia dini di Indonesia masih termasuk sangat memprihatinkan,
sesuai data sampai dengan tahun 2009 (Jalal, 2009: 20) jumlah anak usia 0 – 6
tahun di Indonesia yang telah mendapatkan layanan pendidikan baru sekitar 28%
(7.347.240 anak). Khusus untuk anak usia 4 – 6 tahun, masih terdapat sekitar
10,2 juta (83,8%) yang belum mendapatkan layanan pendidikan. Masih banyaknya
jumlah anak usia dini yang belum mendapatkan layanan pendidikan tersebut
disebabkan terbatasnya jumlah lembaga yang memberikan layanan pendidikan bagi
anak usia dini.
Layanan
pendidikan kepada anak-anak usia dini merupakan dasar yang sangat berpengaruh
terhadap perkembangan anak selanjutnya hingga dewasa. Hal ini diperkuat oleh
Hurlock (1991: 27) bahwa tahun-tahun awal kehidupan anak merupakan dasar yang
cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya.
Kreativitas
merupakan salah satu potensi yang dimiliki anak yang perlu dikembangkan sejak
usia dini. Setiap anak memiliki bakat kreatif dan ditinjau dari segi
pendidikan, bakat kreatif dapat dikembangkan dan karena itu perlu dipupuk sejak
dini. Bila bakat kreatif anak tidak dipupuk maka bakat tersebut tidak akan
berkembang, bahkan menjadi bakat yang terpendam yang tidak dapat diwujudkan.
Melalui proses
pembelajaran dengan kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak yaitu melalui
bermain, diharapkan dapat merangsang dan memupuk kreativitas anak sesuai dengan
potensi yang dimilikinya untuk pengembangan diri sejak usia dini. Hal ini
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Mulyasa (2005: 164) bahwa: “Proses
pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas
peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar”.
Dalam proses
pembelajaran di kelompok bermain, kreativitas anak dirangsang dan dieksplorasi
melalui kegiatan bermain sambil belajar sebab bermain merupakan sifat alami
anak. Diungkapkan oleh Munandar (2004: 94) bahwa penelitian menunjukkan
hubungan yang erat antara sikap bermain dan kreativitas. Namun, jelas Froebel (Patmonodewo,
2003: 7), bermain tanpa bimbingan dan arahan serta perencanaan lingkungan di
mana anak belajar akan membawa anak pada cara belajar yang salah atau proses
belajar tidak akan terjadi. Ia mengisyaratkan bahwa dalam proses pembelajaran,
pendidik bertanggung jawab dalam membimbing dan mengarahkan anak agar menjadi
kreatif.
1.
Pembelajaran Bagi Anak Usia Dini
Berdasarkan
definisi Konsensus Knowles dalam Mappa (1994: 12) pembelajaran merupakan suatu
proses di dalam mana perilaku diubah, dibenarkan atau dikendalikan. Sementara
itu Abdulhak (2000: 25) menjelaskan bahwa proses pembelajaran adalah interaksi
edukatif antara peserta didik dengan komponen-komponen pembelajaran lainnya.
Pembelajaran di kelompok bermain jelas sangat berbeda dengan di sekolah, dimana
pembelajaran dilakukan dalam suasana bermain yang menyenangkan.
Anak-anak usia
dini dapat saja diberikan materi pelajaran, diajari membaca, menulis, dan
berhitung. Bahkan bukan hanya itu saja, mereka bisa saja diajari tentang
sejarah, geografi, dan lain-lainnya. Jerome Bruner menyatakan, setiap materi
dapat diajarkan kepada setiap kelompok umur dengan cara-cara yang sesuai dengan
perkembangannya. Kuncinya adalah pada permainan atau bermain (Supriadi, 2002:
40). Permainan atau bermain adalah kata kunci pada pendidikan anak usia dini.
Ia sebagai media sekaligus sebagai substansi pendidikan itu sendiri. Dunia anak
adalah dunia bermain, dan belajar dilakukan dengan atau sambil bermain yang
melibatkan semua indra anak.
Supriadi
(2002: 40) menjelaskan bahwa Bruner dan Donalson dari telaahnya menemukan bahwa
sebagian pembelajaran terpenting dalam kehidupan diperoleh dari masa
kanak-kanak yang paling awal, dan pembelajaran itu sebagian besar diperoleh
dari bermain. Bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius tetapi
menyenangkan. Menurut Conny R. Semiawan (Jalal, 2002: 16) melalui bermain,
semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan. Dengan bermain secara bebas
anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal yang sudah
diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui permainan, anak-anak juga dapat
mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik maupun mental
intelektual dan spiritual. Oleh karena itu, bermain bagi anak usia dini
merupakan jembatan bagi berkembangnya semua aspek.
2.
Konsep Kreativitas
Supriadi
(2001: 7) menyimpulkan bahwa pada intinya kreativitas adalah kemampuan
seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya
nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Keberhasilan
kreativitas menurut Amabile (Munandar, 2004: 77) adalah persimpangan
(intersection) antara keterampilan anak dalam bidang tertentu (domain skills),
keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik. Persimpangan
kreativitas tersebut – yang disebut dengan teori persimpangan kreativitas
(creativity intersection)
Ciri-ciri
kreativitas dapat ditinjau dari dua aspek yaitu:
a.
Aspek Kognitif.
Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir
kreatif//divergen (ciri-ciri aptitude) yaitu:
a)
keterampilan berpikir
lancar (fluency);
b)
keterampilan berpikir
luwes/fleksibel (flexibility);
c)
keterampilan berpikir
orisinal (originality);
d)
keterampilan
memperinci (elaboration); dan
e)
keterampilan menilai
(evaluation). Makin kreatif seseorang, ciri-ciri tersebut makin dimiliki.
(Williams dalam Munandar, 1999: 88)
b.
Aspek Afektif.
Ciri-ciri kreativitas yang lebih berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang
(ciri-ciri non-aptitude) yaitu:
a)
rasa ingin tahu;
b)
bersifat
imajinatif/fantasi;
c)
merasa tertantang
oleh kemajemukan;
d)
sifat berani
mengambil resiko;
e)
sifat menghargai;
f)
percaya diri;
g)
keterbukaan terhadap
pengalaman baru; dan menonjol dalam salah satu bidang seni (Williams &
Munandar, 1999).
Torrance dalam
Supriadi (Adhipura, 2001: 47) mengemukakan tentang lima bentuk interaksi guru
dan siswa di kelas yang dianggap mampu mengembangkan kecakapan kreatif siswa,
yaitu:
a)
menghormati
pertanyaan yang tidak biasa;
b)
menghormati gagasan
yang tidak biasa serta imajinatif dari siswa;
c)
memberi kesempatan
kepada siswa untuk belajar atas prakarsa sendiri;
d)
memberi penghargaan
kepada siswa; dan
e)
meluangkan waktu bagi
siswa untuk belajar dan bersibuk diri tanpa suasana penilaian.
Hurlock pun
(1999: 11) mengemukakan beberapa faktor pendorong yang dapat meningkatkan kreativitas,
yaitu:
a)
waktu,
b)
kesempatan
menyendiri,
c)
dorongan,
d)
sarana,
e)
lingkungan yang
merangsang,
f)
hubungan
anak-orangtua yang tidak posesif,
g)
cara mendidik anak,
h)
kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan.
Amabile
(Munandar, 2004: 223) mengemukakan empat cara yang dapat mematikan kreativitas
yaitu evaluasi, hadiah, persaingan/kompetisi antara anak, dan lingkungan yang
membatasi. Sementara menurut Torrance dalam Arieti yaitu:
a)
usaha terlalu dini
untuk mengeliminasi fantasi;
b)
pembatasan terhadap
rasa ingin tahu anak;
c)
terlalu menekankan
peran berdasarkan perbedaan seksual;
d)
terlalu banyak
melarang;
e)
takut dan malu;
f)
penekanan yang salah
kaprah terhadap keterampilan verbal tertentu; dan memberikan kritik yang
bersifat destruktif (Adhipura, 2001: 46).
BAB III
PENUTUP
Pendidikan
yang dimulai pada usia dini/ TK (4 – 6 tahun) menurut hasil penelitian di
bidang neurologi yang dilakukan Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari
Universitas Chicago, Amerika Serikat sebenarnya sudah terlambat. Ia mengemukakan
bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0 – 4 tahun mencapai 50%,
hingga usia 8 tahun mencapai 80%. Artinya bila pada usia tersebut otak anak
tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka otak anak tidak akan berkembang
secara optimal.
Dalam proses pembelajaran
di kelompok bermain, kreativitas anak dirangsang dan dieksplorasi melalui
kegiatan bermain sambil belajar sebab bermain merupakan sifat alami anak,
tetapi dalam proses pembelajaran, pendidik harus bertanggung jawab dalam
membimbing dan mengarahkan anak agar menjadi kreatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Cahyani
Ani. Mubin, Psikologi perkembangan;
cet I (Quantum Teaching, Ciputat Press Group, 2006).
LN
Yusuf Syamsu; Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nurihsan
Juntika, 2007, Buku Materi Pokok
Perkembangan Peserta didik , Bandung; Sekolah Pasca Sarjana (UPI)
Suryabrata
Sumadi, Psikologi Pendidikan; (PT
Raja Grafindo, : 2004).
|
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pengembangan
Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Kelompok Bermain” menghadapi hambatan sedikitpun.
Psikologi perkembangan merupakan
cabang dari psikologi yang
meneliti dan menelaah
perkembangan sosial manusia.
Dalam hal ini,
psikologi perkembangan
diindikasikan memiliki peranan yang
sangat penting dalam penyelenggaraan proses pendidikan, salah satunya adalah
pada pendidikan anak usia dini.
Terima kasih banyak penulis
haturkan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam
penyusunan makalah ini
hingga rampung yakni Dosen Mata
Kuliah dan Rekan-rekan Mahasiswa Semester VII S1 PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan
UNG
Penulis tidak menutup diri pada
saran dan kritik yang pantas penulis dapatkan guna lebih memperluas wawasan
penulis sehubungan dengan materi makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Wassalam
Boalemo,
2010
Penyusun
i |
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR............................................................... i
DAFTAR ISI
.......................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah........................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................... 1
C. Tujuan Penulisan.................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN......................................................... 2
1.
Pembelajaran Bagi
Anak Usia Dini........................... 4
2.
Konsep Kreativitas................................................... 5
BAB III PENUTUP
............................................................... 9
ii |
Post a Comment
Post a Comment