Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh penegtahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wahar dan dapat menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri. Berhubung dengan itu progresivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoriter, baik baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang.
Pendidikan yang bercorak otoriter ini dapat diperkirakan
mempunyai kesulitan untuk mencapai tujuan-tujuan (yang baik), karena kurang
menghargai dan memberikan tempat semestinya kepada kemapuan-kemampuan tersebut
dalam proses pendidikan. Pada hal semuanya itu adalah ibarat motor penggerak
manusia dalam usahanya untuk mengalami kemajuan atau progres.
Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi inti
perhatian progresivisme, maka beberapa ilmu pengatahuan yang mampu menumbuhkan
kemajuan dipandang oleh progresivisme merupakan bagia-bagian utama dari
kebudayaan. Kelompok ini meliputi: Ilmu hayat, Antropologi, Psikologi dan Ilmu
Alam.
Ilmu-ilmu ini dipandang telah mengembangkan hal-hal yang
hakiki bagi kemajuan kebudayaan pada umumnya, dan bagi pragmatisme pada
khususnya. Ilmu hayat menunjukan bahwa manusia adalah makhluk yang berjuang
untuk mempertahankan kehidupan dengan mengatasi rintangan-rintangan yang
dihadapi dan melewati jalan yang terbuka baginya. Antropologi menunjukkan bahwa
manusia telah mempunyai sejarah yang lama, pencipta kebudayaaan, yang karenanya
dapat mencari dan menemuakn jalan yang perlu baginya. Dari psikologi dapat
dipelajari bahwa manusia adalah makhluk berpikir yang mempunyai faham mengenai
diri sendiri, lingkungannya dan pengalam-pengalamannya. Sedangakn limu alam dan
ilmuilmu lain yang sejenis menunjukkan bahwa dengan penguasaan ilmu-ilmu
tersebut manusia mampu mengetahui sifat-sifat alam, menguasai dan mengatur
sebagain dari padanya.
Jelaslah, bahwa selain kemajuan atau progres, lingkunagndan pengalaman mendapatkan
perhatian yang cukup dari progresivisme. Sehubungan dengan ini, menurut
progresivisme, ide-ide, teori-teori atau cita-cita itu tidaklah cukup hanya
diakui sebagai hal-hal yang ada, tetapi yang ada ini haruslah dicari arti bagi
suatu kemajuan atau maksud-maksud baik yang lain. Di samping itu manusia harus
dapat mengfungsikan jiwanya untuk membina hidup yang mempunyai banyak persoalan
dan yang silih berganti ini.
PANDANGAN
MENGENAI REALITA
John Dewey, dalam bukunya yang berjudul creatife
intelligence, mengatakan bahwa,
“…..Sifat utama dari pragmatisme mengenai realita,
sebenarnya dapat dikatakan dengan tepat bahwa tiada teori realita yang umum.”
Diantara kaum pragmatis (Jadi
progresivis) John Dewey mempunyai pandangan yang ekstrim, sebab tokoh-tokoh
lain seperti George Santayana, John Childs tidaklah demikian. Mereka mengatakan
bahwa metafisika itu ada, karena pragmatisme mempunyai berbagai konsep tentang
eksistensi. Misalnya, dari sudut eksistensi, alam bukanlah diartikan sebagai
pengertian yang substansial, melainkan diartikan atau dipandang dari sudut prosesnya…
Pragmatisme tidak menggunakan istilah alam semesta,
melainkan dunia. Yang dimaksud dengan dunia adalah proses atau tata di mana
manusia hidup di dalamnya. Istilah dunia ini dapat dianggap sinonim dengan
kosmos, realita dan alam.
Uraian di atas menunjukkan bahwa ontologi progresivisme
mengandung pengertian dan kualitas evoluasionistis yanf kuat. Untuk ini, pengalaman,
diartikan sebagai ciri dari dinamika hidup, dan hidup adalah perjuangan,
tindakan dan perbuatan. Berarti pengalaman adalah perjuangan pula.
Dalam pengisian pengalaman ini manusia mempunyai peranan
jauh di atas makhluk-makhluk yang lain, karena ia mempunyai kecerdasan,
ingatan, kemampuan membuat penggambaran tentang masa depan,danlain-lainnya.
Selain itu, semuanya inimemberikan kemungkinan ia dapat berhubungan dengan
orang lain dan lingkungan lain yang lebih luas, dalam mengalirnay pengalaman ia
memberi isi dan kemungkinan untuk berbuat. Berarti bahwa jiwa adalah sumber
sebab dan pendorong yang amat penting bagi adanya perbuatan. Sedangkan yang
ada, adalah yang berbuat.
PANDANGAN
MENGENAI PENGETAHUAN
Tinjauan
mengenai realitadi atas memberikan petunjuk bahwa pragmatisme lebih
mengutamakan pembahasan mengenai epistemologi daripada metafisika. Misal yang
jelas adalah tinjauan mengenai kecerdasan dan pengalaman ___ yang keduanya
tidak dapat dipisahkan satu sama lain__ agar dapat dimengerti arti dari masing-masing
itu. Maka dapatlah disimpulkan lebih lanjut bahwa pragmetisme itu sebenarnya
adalah teori pengetahuan.
Untuk mengetahui teori pengetahuan yang dimaksud,
diperlukan tinjauan mengenai arti dan istilah-istilah seperti induktif,
rasional dan empirik. Induktif adalah usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan
mengambil data khusus terlebih dahulu dan diikuti oleh penarikan kesimpulan
yang bersifat umum. Deduktif adalah sebaliknya, artinya adanya pengetahuan yang
diperoleh yang berlandaskan ketentuan umum yang berupa dalil atau pangkal duga.
Pragmatisme mengutamakan secara induktif.
Rasional berasal dari kata rasioyang berakal atau budi.
Dalam epistemologi, rasional berarti suatu pandangan bahwa akal itu adalah
instruman utama bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan. Empirik adalah sifat
pandangan bahwa persepsi indera adalah media yang memberikan jalan bagi manusia
untuk memahami lingkungan.
Pragmatisme tidak menyetujui adanya semua bentuk
generalisasi baik yang a priori atau yang a posteriori. Pengalaman sebagi suatu
unsur utama dalam epistimologi adalah semata-mata bersifat khusus dan
partikular.
Sifat rasional dan pragmatisme terletak pada pemberian isi
dan pengertian-pengertian mengenai suatu proses adanya pengalaman menjadi
pengetahuan. Fakta yang masih murni saja (yang belim diolah atau disusun) belum
merupakan pengetahuan. Untuk ini masih diperlukan adanya penentuan pola-pola,
cara pengaturan, dan pengorganisasian tertentu dari “bahan-bahn mentah”
tersebut.
Pragmatisme tidaklah empirik dalam arti yang tradisional.
Indera tidaklah dianggap sebagai pintu gerbang pengetahuan dan persepsi indera
adalah suatu entited yang pasif pada waktu jiwa menerima kesan-kesan indera
yang berasal dari dunia luar (manusia). Lain dari pada itu pengetahuan bukanlah
kompilasi unsur-unsur atau fakta yang ditangkap dari indera.
Oleh karena pragmatisme mengetahui adanya pengetahuan atau
fakta yang ditangkap oleh pengalaman (indera), Pragmatisme bersifat empirik.
Dan seperti diutaraka dimuka mengenai epistemologi ini, pragmatisme juga
bersifat rasional.
Progresivisme mengadakan perbedaan antara pengetahuan dan
kebenaran. Pengetahuan adalah kumpulan kesan-kesan dan penerangan-penerangan
yang terhimpun dari pengalaman, yang siap untu digunakan. Kebenaran adalah
hasil tertentu dari usaha untuk mengetahui, memiliki dan mengarahkan beberapa
segmen pengetahuan agar dapat menimbulkan petunjuk atau penyelesaian pada
situasi tertentu, yang mungkin keadannya kacau.
Dalam hubungan ini kecerdasan merupakan faktor utama yang
mempunyai kedudukan sentral. Kecerdasan adalah yang dapat mempertahankan adanya
hubungan antara manusia dengan lingkungan, baik yang berujud sebagai lingkungan
fisik, maupun kebudayaan atau manusia.
PANDANGAN
MENGENAI NILAI
Nilai tidak timbul dengan sendirinya, tetapi ada
faktor-faktor yang merupakan pra syarat. Nilai timbul karena manusia mempunyai
bahasa, maka dengan demikian menjadi mungkin adanya saling hubungan seperti
yang ada dalam masyarakat pergaulan. Jadi, masyarakat menjadi wadah timbulnya
nilai-nilai. Di samping itu penggunaan bahasa sebagai salah satu sarana
ekspresi tentulahmendapat pengaruh yang berasal dari dorongan, kehendak perasan
dan kecerdasan dari masing-masing orang itu.
Oleh karena adanya faktor-faktor yang menentukan adanya
nilai, mak makna nilai itu tidakkalh eksklususif. Ini berarti bahwa berbagai
jenis nilai seperti benar atau salah, baik atau buruk dapat dikatakan ada
apabila menunjukkan adnya kecocokan dengan hasil pengujian yang dialami manusia
dalam pergaulan.
Berdasarkan pandangan di atas, progresivisme tidak
mengadakan pembedaan tegas antara nilai intrinsik dan nilai instrumental. Dua
jenis nilai saling bergantung satu sama lain seperti halnya pengetahuan dan dan
kebenaran. Misalnya bila dikatakan bahwa kesehatan itu bernilai baik tidaklah
semata-mata suatu ilustrasi tentang nilai instrinsik. Nilai kesehatan akan
dihayati oleh manusia dengan lebih nyata
bila dihubungkan dengan segi-segi yang bersifat operasional; bahwa
kesehatan yang baik akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Nilai mempunyai kualitas sosial. Misalnya, arti kesehatan
akan makin dapat dipahami bila orang berhubungan dan dapat menikmati faedah
kesehatan dengan orang lain. Ilmu kesehatan mempunyai kualitas sosial pula.
Kualitas sosial dari nilai menjadi jelas hakekatnya bila
dihubungakan dengan tinjauan tentang aku. Bahwa orang akan sadar mengenal
dirinya bila orang secara sadar berada
aktif di tengah-tengah orang lain. Agar
oarang dapat memiliki aku yang baik dia harus aktif dalam lingkungan
(masyarakat) aku. Ia makin menjadi sadar akan akunya karena makin mengerti akan
diri sendiri dan pribadi-pribadi (orang lain). Karena adnya keharusan
berhubungan dengan orang lain, maka nilai-nilai yang harus dimiliki oleh
seseorang tidak lagi harus bersifat instrinsik, melainkan juga bersifat
instrumental.
Di samping nilai itu mempunyai sifat sosial, juga bersifat
individual. Landasn pandangan ini adalah, bahwa masyarakat dapar ada karena
adanya orang-seorang sebagai anggota. Sedangkan nilai-nilai seperti bik dan
buruk misalnya, merupakan bagian dari tradisi, mores, dan lain sebagai; yang
pendukungnya adalah individu-individu.
Hubungan timbal-balik antara dua sifat nilai instrinsik
dan instrumental ini-menyebabkan adanya sifat perkembangan dan perubahan nilai.
Nilai-nilai yang sudah “tersimpan” sebagai bagian dari kebudayaan itu
ditampilkan sebagai bagian dari pengalaman, sedang individu-individu mampu
untuk mengadakan tinjauanh dan penentuan
mengenai standar sosial tertentu. Karena itu nilai adalah bagian integral
dari pengalaman dan bersifat relatif, temporal, dan dinamis. Maka sifat
perkembangan berdasarkan pada dua hal : untuk diri sendiri dalam arti kebaiakan
intrinsik dan untuk lingkungan yang lebih luas dalam arti kebaiakan
instumental.
ANTESEDENS
Pragmatisme sebagai aliran filsafat
dan pragmatisme sebagai filsafat pendidikan merupakan aliran pikir yang telah
dituliskan oleh John dewey . Sumbangan John Dewey ini dipandang dari kekuatan
intekektual yang dapat menggerakkan perkembangan progresivisme selanjutnya. Ia
dapat memberikan penghargaan dan menunjukkan pentingnya peranan sebagai teori
dan praktek yang berasal dari tokoh-tokoh lain bagi pendidikan, misalnya
William James, Harace Mann, Francis parker, dan Felix Adler.
Selain daripada tokoh tersebut di
atas, yang hidup pada abad ke Dua Puluh ini, gagasan-gagasan yang menjiwai
progresivisme dapat dihayati asalnya, sejak dari Zaman Kuno sekalipun. Plato
membuat konsep pendidikan yang memasukkan “belajar karena berbuat” sebagai
persiapan ketannguhan dalam peperangan. Johann Amos Comenius menghendaki
pengajaran yang cocok, yang sesuai dengan kebutuhan anak; sedangkan jean
Jacques Rousseau percaya akan adnya kekuatan wajar pada manusia. Tokoh-tokoh
lain yang segaris adalah Johann Pestalozzi, Johann Herbart, dan Friedrich
Frobal.
Dalam mendirikan historis dapat
dipelajari bahwa tokoh-tokoh tersebut di atas mengemukakan gagasan-gagasan yang
merintis timbulnya teori dan praktek pendidikan baru. Dan, dengan perpaduan
gagasan dari tokoh-tokoh zaman modern, di beberapa negara, progrevisme didukung
oleh organisasi-organisasi pendidikan. Di Amerika Serikat, Progressive
Educatioan Association mempunyai peranan bertahun-tahun lamanya untuk
menerapkan pendidikan baru di samping yang tradisional. Selain itu associaton for
Cildhood education, the American federation of Teachers, Association for
Development, adalah organisasi-organissi yang mengembangkan metode mengajar
menurut progrevisme.
PANDANGAN
TENTANG BELAJAR
Pandangan Progresivisme mengenai
belajar bertumpu pada pandangan mengenai anak didik sebagai makhluk yang
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan mkhluk-makhluk lain. Di samping itu,
menjadi menipisnya dinding pemisah antara sekaolah dan masyarakat menjadi
landasan pengembangan ide-ide pendidikan progresivisme.
Sebagai makhluk anak-anak didik
mempunyai akal dan kecerdasan sebagai potensi yang merupakan kelebihan bila
dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain. Dengan sifatnya yang kreatif dan
dinamis dan dengan kecerdasannya, anak didik mempunyai bekal untuk menghadapi
dan memecahkanproblema-problema. Sehubungan dengan ini usaha meningkatkan
kecerdasan adalah tugas utama dalam lapangan pendidikan.
Sebagai makhluk, anak didik hendaklah
dipandang tidak hanya berbagai kesatuan jasmani dan rohani saja, melinkan juga
manifestasinya sebagai tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam
pengalamannya. Jasmani dan rokhani terutama kecerdasan, perlu difungsikan dalam
arti anak didik berada aktif dalam dan memanfaatkankan sepenuh-sepenuhnya
lingkungannya. Ia perlu mandapat kesempatan yang cukup, untuk dengan bebas dan
sebanyak mungkin mengambil bagian dalam kejadian-kejadian yang berlangsung di
sekitarnya. Hal ini terutama mngenai kejadian-kejadian dalam lapangan
kebudayaan.
Agar sekolah dapat berfungsi wajar
perlu memberi kesempatan seperti yang diharapkan di atas. Maka dari itu gagasan
atau kenyataan yang menunjukan adanya dinding pemisah antara sekolah dan
masyarakat perlu dihapuskan. Sekolah yang baik adalah masyarakat dalam bentuk
kecil, sedangkan pendidikan yang mencerminkan keadaan dan kebutuhan masyarakat,
perlu dilakukan secara teratur seperti halnya dalam lingkungan sekolah.
Hal yang penting sehubungan dengan
uraian di atas, adalah, bahwa anak didik dapat menghayati belajar yang
edukatif, dan bukan yang misedukatif. Yang pertama adalah belajar, yang secara
bijaksana ditujukan untuk mencapai hasil-hasil yang secara konstruktif, yang
nilainya dan syarat-syaratnya ditentukan berdasrkan konsepsi tentang hidup yang
baik kebudayaan sebagaimana yang dikehendaki suatu bangsa atau negara.
Sedangkan yang kedua , adalah belajar yang misedukatif, adalah yang ditentukan
oleh nilai yang kurang mendorong kearah perkembangan yang dinamis, yang
mungkin-mengandung unsur-unsur yang saling berlawanan. Belajar yang misedukatif
tidak bersifat serasi dengan tujuan.
Suasana belajar yang edukatif dapat
di timbulkan baik di dalam maupun di luar sekolah asal berkisar pada asas-asas
tersebut di atas. Dengan demikian maka pendidikan itu tidak lain adalah hidup
itu sendiri.
PANDANGAN MENGENAI KURIKULUM
Sikap progresivisme, yang memandang
segala sesuatu berasaskan fleksibilitas, dinamika dan sifat-sifat lain yang
sejenis, tercermin dalam pandangan mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang
edukatif, bersifat eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur.
Landasan pikiran ini diuraikan serba singkat.
Yang dimaksud dengan pengalaman yang
edukatif adalah pengalaman apa saja yang serasi tujuan menurut prinsip-prinsip
yang digariskan dalam pendidikan, yang setiap proses belajar yang ada membantu
pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Oleh karena tiad standar yang
universal, maka terhadap kurikulum haruslah terbuka kemungkinan akan adnya
peninjauan dan penyempurnaan. Fleksibilitas ini dapat membuka kemungkinan bagi
pendidikan untuk memperhatikan tiap anak didik dengan sifat-sifat dan
kebutuhannya masing-masing. Selain ini semuanya diharapkan dapat sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan setempat.
Oleh karena sifat kurikulum yang
tidak beku dan dapat direvisi ini, maka jenis yang memadai adalah kurikulum
yang “berpusat pada pengalaman”. Jenis ini, dilukiskan oleh Theodore Brameld
sebagai kurikulum yang …melepaskan semua garis penyekatmata pelajaran dan
menekankan pada unit-unit.
Dan,
…
ynag dihasilkan dan dibentuk dari pertanyaan-pertanyan dan pengalaman-pengalaman
dari anak didik sendiri dan diarahkan kepada perkembangan kepribadian yang
penuh dengan jalan memberikan penghayatan-penghayatan emosional, motor,
intelektual dan sosial, yang seluas dan sekaya mungkin…
Selain jenis ini, menurut progresivisme,
yang dapat dipandang maju adalah tipe yang disebut “Core Curicculum”, ialah
sejumlah pengalaman belajar di sekitar kebutuhan umum.
Core curicullum maupun kurikulum yang bersendikan pengalaman perlu disusun dengan teratur dan terencana. Kualifikasi sesuai dengan tujuan, tidak mudah terkait pada hal-hal yang insidental dan tidak penting. Maka, jelaslah bahwa lingkungan dan pengalaman yang diperlukan dan yang dapat menunjang pendidikan ialah yang dapat diciptakan dan ditujukan ke arah yang telah ditentukan. Kurikulum yang memenuhi tuntutan ini diantaranya adalah yang disusun atas dasar teori dan metode proyek , yang telah diciptakan oleh William Heard Kilpatrick.
Post a Comment
Post a Comment